Pasangan Nitya Krishinda Maheswari/Greysia Polii menjadi salah satu pasangan ganda putri terkuat Indonesia dalam empat tahun terakhir.
Berbagai prestasi kelas dunia sudah berhasil mereka raih, termasuk memecahkan rekor absen medali emas ganda putri pada Asian Games selama 38 tahun ketika meraih naik podium juara di pesta olahraga se-Asia di Incheon 2014.
Akan tetapi, generasi pelapis setelah Nitya/Greysia masih belum berprestasi pada level yang sama. Hal tersebut disoroti pelatih kepala ganda putri nasional, Eng Hian.
"Selama ini sektor ganda putri terlalu mengharapkan Nitya/Greysia. Regenerasi pelapis bagi saya masik kurang maksimal. Secara target rangking memang sudah bisa, tetapi secara hasil, untuk mendekati Greysia/Nitya masih jauh," kata Eng Hian.
"Kalau Nitya/Greysia dipasangkan, saya sudah tahu titik maksimal mereka sampai mana. Kalau ada kombinasi baru, bisa saja di bawah Nitya/Greysia atau harapan kami bisa melebihi Nitya/Greysia. Saya masih belum bisa memastikan apakah mereka akan kembali dipasangkan lagi atau tidak," aku Eng Hian.
Dituturkan Eng Hian, dia sengaja mempersiapkan enam pasang di sektor utama hingga 2018 mendatang. Selama masa percobaan dalam dua tahun tersebut, tiap pasangan akan dinilai tiap tiga bulan, jika tak berkembang maka tak segan-segand ia langsung merombak pasangan tersebut.
[video]http://video.kompas.com/e/5285849892001_v1_pjuara[/video]
Mulai 2018, dia akan memilih empat pasangan terbaik untuk memperebutkan tiket ke Olimpiade Tokyo 2020.
Eng juga akan menerapkan KPI (key performance indicator), dalam enam bulan harus mencapai nilai sebesar 60 persen, dan dalam setahun harus setidaknya 80 persen, atau mereka harus rela melepas status sebagai pemain tim nasional.
Nitya/Greysia juga tak lagi berpasangan karena Nitya kini tengah rehat pasca operasi lutut pada Desember 2016 lalu. Setidaknya dia terpaksa absen di dunia perbulutangkisan selama enam bulan.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | badmintonindonesia.org |
Komentar