Sekjen PSSI, Ade Wellington, menyebut salah satu alasan penetapan dua orang berdarah Spanyol (Luis Fernandez lahir di Spanyol sebelum beremigrasi ke Prancis dan menjadi warga negara di sana, sementara Luis Milla memang memiliki paspor Spanyol) adalah bahwa kemiripan postur tubuh membuat pemain Indonesia cocok dengan filosofi permainan Negeri Matador.
Penulis: Suci Rahayu/ Budi Kresnadi/Tovan Bram/Gonang Susatyo/ Andrew Sihombing
Dalam hal ini yang dimaksud tak lain permainan ofensif berbasis penguasaan bola dan operan- operan pendek yang membuat klub Barcelona dan timnas Spanyol sempat meraja.
Harapan melihat Tim Merah Putih tampil dengan gaya serupa tentu sah-sah saja dilambungkan. Terlebih bila akhirnya Luis Milla yang ditunjuk sebagai suksesor Alfred Riedl sebagaimana perkembangan terakhir hingga tulisan ini dicetak.
Sebagai pemain, Milla merupakan sosok yang dipercaya oleh Johan Cruyff sebagai gelandang nomor 4.
Dialah gelandang di depan bek yang tak cuma bertugas membantu pertahanan, tapi juga mengatur serangan. Selepas kepindahan Milla ke Real Madrid, posisi ini disempurnakan oleh Pep Guardiola.
Status sebagai alumnus akademi junior La Masia yang terkenal itu membuat Milla fasih benar memeragakan gaya tiki-taka Barcelona. Dengan itulah ia membawa Spanyol U-21 menjadi kampiun Eropa pada 2011.
Mantan rekan di Madrid, Fernando Sanz, menyebut Milla punya atribut yang tepat untuk menjadi pelatih hebat. "Dia pekerja keras, sangat teratur, dan cermat mempersiapkan tim," ujarnya.
Dengan latar belakang demikian, tak heran bila pencinta sepak bola nasional akan menggebu-gebu menyambut kehadiran Milla. Namun, ada baiknya juga publik berhati-hati dengan ekspektasi itu.
Selepas menukangi Spanyol U-21, rekam jejak Milla tak lagi dihiasi kisah hebat.
Baca Juga:
- Phil Jones Ingin Bikin De Gea Jarang Lakukan Penyelamatan
- Messi-Suarez Kalahkan 17 Duet Terbaik di Eropa
- Pecahkan 2 Rekor, Striker 17 Tahun dari Swedia Lebih Hebat dari Ibrahimovic
Ia gagal membawa Spanyol lolos dari fase grup di Olimpiade 2012, hanya bertahan delapan bulan sebelum dipecat oleh Al Jazira (klub Uni Emirat Arab), mundur di tengah musim 2015/16 tanpa memperlihatkan hasil ciamik bersama klub Lugo di Segunda Division, lalu gagal dan dipecat oleh Zaragoza di level yang sama pada musim berikutnya.
Anggaplah peruntungan Milla jauh lebih baik saat menukangi timnas. Tapi, itu pun tak lantas menjadi jaminan.
Membuat pemain Indonesia fasih memeragakan penguasaan bola dan umpan-umpan pendek tidaklah mudah dan butuh waktu yang tidak sebentar. Gaya bermain seperti ini butuh otomatisasi dan harus dibiasakan sejak dini.
"Gaya bermain ala Spanyol, Brasil, Belanda, atau yang lain tidak bisa langsung diterapkan begitu saja di Indonesia. Pemain Indonesia memiliki karakteristik sendiri," ujar eks pelatih Persija di turnamen TSC 2016, M. Zein Al Hadad.
Bagaimana mungkin, misalnya, membiasakan pemain dengan umpan-umpan pendek saat kondisi lapangan tidak memadai?
Itu baru hal kecil. Banyak aspek dari possession football atau tiki-taka yang asing dari pemain Indonesia, seperti kecermatan membuka ruang saat tidak menguasai bola sehingga rekan setim bisa memiliki banyak opsi untuk mengoper.
Hal ini yang diingatkan pula oleh eks caretaker timnas Indonesia, Rahmad Darmawan.
"Kalau soal karakteristik, saya setuju bahwa pemain Indonesia memang cocok dengan gaya possession. Postur yang tidak terlalu tinggi dan punya kecepatan jarak pendek yang baik merupakan kelebihan pemain kita," ujarnya.
"Tapi, semua tergantung pada filosofi pelatih di klub apakah sama atau tidak. Kalau berbeda-beda, tentu butuh waktu lagi untuk beradaptasi dengan keinginan pelatih timnas yang baru. Waktu adaptasi ini bervariasi, tapi yang jelas dalam hitungan bulan," kata pelatih berumur 50 tahun ini.
Pelatih Arema FC yang, seperti halnya RD, juga sempat menjabat caretaker pelatih timnas, Aji Santoso, juga sependapat.
"Tidak akan mudah bagi pemain kita tampil seperti itu. Salah satu kendala terbesar misalnya adalah permainan demikian membutuhkan stamina yang luar biasa," tuturnya.
Itu sebabnya RD berharap PSSI dan publik bersabar menanti kinerja pelatih anyar timnas, siapa pun yang akan ditunjuk nantinya.
"Minimal butuh dua tahun bagi seorang pelatih bersama timnas, kecuali hasilnya sangat buruk. Kontinuitas ini sangat penting. Jangan sampai setahun diganti, enam bulan diganti," katanya.
Mantan pemain nasional Yusuf Bachtiar melontarkan harapan serupa. "Jangan langsung cepat-cepat menuntut hasil. Semuanya butuh waktu. Kita harus memberi kesempatan yang cukup kepada pelatih untuk membangun tim. Pelatih juga harus diberi target yang realistis sesuai kemampuan tim," katanya.
[video]http://video.kompas.com/e/5285849892001_v1_pjuara[/video]
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No.2.734 |
Komentar