Liga Super Indonesia (LSI) 2017 tinggal menyisakan waktu persiapan sekitar 2,5 bulan lagi. Apakah LSI ketujuh ini bisa berjalan lancar atau kandas seperti LSI 2015?
Penulis: Kukuh Wahyudi
Pada edisi 2015, verifikasi yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), berbuntut pada dilarangnya LSI bergulir.
Kala itu, BOPI dinilai bergerak terlalu berlebihan. Kawasan yang dianggap menjadi teritorial operator kompetisi ternyata bisa ditembus oleh BOPI, seperti melarang dua klub (Arema dan Persebaya) untuk tampil karena masalah legalitas.
Walhasil, konflik pun muncul dan berujung pada sanksi FIFA. Kini, PSSI dan BOPI tak mau kekacauan seperti itu terjadi lagi.
Baca Juga:
- Pemain Muda Arema FC Melihat Harapan dan Trauma di Regulasi U-23
- 12 Pemain Top yang Mungkin Tergiur Harumnya Duit Yuan
- Dias Angga Ungkap Efek Kedatangan Irfan Bachdim
Sebagai solusinya, PSSI selaku pemilik kompetisi dan BOPI sebagai tangan kanan pemerintah membentuk sebuah tim.
"Pada 20 Desember 2016, kami sudah pernah bertemu dengan PSSI. Saat itu memang ada perdebatan. Tetapi, hal itu wajar. Dari pertemuan itu, kami memutuskan untuk membentuk tim bersama perumus unsur-unsur verifikasi," kata Heru Nugroho, Sekjen BOPI.
Pembentukan tim bersama itu dimaksudkan agar tak ada tumpang-tindih antara verifikasi yang dilakukan BOPI dengan yang dilakukan operator kompetisi.
"Sekjen PSSI (Ade Wellington) saat ini sedang berkoordinasi dengan BOPI untuk membicarakan porsi pemerintah agar tak dianggap sebagai intervensi. Keterlibatan institusi negara dalam penetapan peserta harus ada wadahnya," kata Joko Driyono, Wakil Ketua Umum PSSI.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar