Turnamen Piala Afrika yang selalu berlangsung ketika musim liga-liga di Eropa sedang berjalan kerap memicu pertentangan dari klub-klub yang terpaksa kehilangan para pemain. Apalagi bila pemain tersebut termasuk pilar di sebuah klub.
Penulis: Theresia Simanjuntak
Selain soal kompetisi, alasan ain dari protes klub umumnya mengenai potensi pemain mereka kelelahan sehingga tidak cukup fit saat harus kembali dari tugas di Piala Afrika. Pemain yang kurang bugar bisa saja mengusik performa tim di liga.
Inilah yang dicemaskan.
Menilik pada sejarah turnamen ini, sesungguhnya kekhawatiran itu cenderung berlebihan. Ada beberapa alasan yang dapat mempertegas hal ini. Pertama, fakta bahwa Piala Afrika biasanya berlangsung dari pekan kedua Januari hingga awal Februari.
Artinya, ajang yang berlangsung hanya berupa kompetisi domestik mengingat Liga Champion dan Liga Europa yang sempat libur sejak akhir Desember baru berjalan kembali pada akhir Februari.
Jumlah pertandingan yang sudah sedikit itu juga terpangkas di sejumlah liga Eropa yang kompetisinya sempat libur Natal dan Tahun Baru dan baru berlanjut kembali pada pertengahan Januari.
Contohnya Bundesliga Jerman.
Total gim yang dilewatkan pemain Benua Afrika dapat semakin sedikit bahkan tidak ada sama sekali apabila tim nasional yang mereka perkuat tersingkir lebih cepat dari Piala Afrika.
Baca Juga:
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar