Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Festive Season Premier League, Tradisi yang Sulit Diabaikan

By Kamis, 22 Desember 2016 | 20:14 WIB
Sir Alex Ferguson, ketika menjadi manajer Manchester United. Dia merayakan juara Premier League saat Man United menjamu Swansea City di Old Trafford, Manchester, Inggris, 12 Mei 2013.
ALEX LIVESEY/GETTY IMAGES
Sir Alex Ferguson, ketika menjadi manajer Manchester United. Dia merayakan juara Premier League saat Man United menjamu Swansea City di Old Trafford, Manchester, Inggris, 12 Mei 2013.

Natal dan Tahun Baru sudah di depan mata. Publik Inggris bersiap menyambut festive season, sebuah tradisi olahan dari salah satu komoditas paling favorit di Negeri Britania: sepak bola.

Penulis: Rizki Indra Sofa

Premier League masih terus menantang arus dan tren di liga-liga elite Eropa lain dengan tetap menolak buat menggelar winter break alias rehat paruh musim, seperti yang diberlakukan di Italia, Spanyol, Prancis, Jerman, Belanda, atau Portugal.

Festive season adalah momen yang justru dinanti oleh penggila sepak bola. Memasuki pengujung Desember, bersiaplah menyaksikan klub kesayangan bertempur dan menjalani jadwal gila-gilaan.

Mulai dari boxing day, menjelang tutup tahun, persis di Tahun Baru, dan beberapa hari setelahnya.

Baca Juga:

Di EPL saja, jadwal gila itu sudah dimulai dari tanggal 17 Desember, 18, 19, 26, 27, 28, 30, 31, lanjut ke 1 Januari, 2, 3, dan terakhir 4 sebelum kompetisi berjalan normal lagi per Sabtu, 14 Januari. Gila!

Tak perlu jadi seorang pelatih, atau bahkan pemain cerdas buat paham situasi itu amat berbahaya buat keberlangsungan perjalanan tim sampai akhir musim.

Tetapi, tradisi adalah tradisi, satu hal yang unik, ciri khas sepak bola Inggris, dan agaknya bakal terus dipertahankan meski realitas dan situasi menunjukkan perlu tinjauan penghentian serta penerapan winter break.

Fans dan publik Inggris menyukai tradisi ini. Perusahaan televisi juga. Begitu pula dengan para sponsor dan pemilik klub.

Uang sepertinya ikut berbicara. Mungkin cuma sang pelatih dan pemain yang tak suka. Terlebih mereka yang membela klub kecil.

Logikanya sederhana saja, tim besar biasanya punya sumber daya lebih dari memadai untuk menjawab tantangan dan tekanan festive season, menjalani beberapa laga dalam kurun beberapa hari.

Performa pemain menjadi kunci. Pro-Zone, sebuah perusahaan olah raga penyuplai data kenamaan di Inggris yang bekerja sama dengan banyak klub EPL, pernah mengeluarkan rilis terkait pengaruh festive season terhadap kinerja pemain.

Hasil studi Pro-Zone yang didasarkan dari analisis pemain di tim EPL menunjukan penurunan grafik performa signifikan saat Desember.

Skala penurunan bisa mencapai 20 persen dari rataan musim dengan dua indikator: sprint dan lari jarak jauh berkecepatan tinggi.

Penurunan lebih signifikan, 41 persen dari situasi normal, juga terjadi dalam aspek jarak jelajah para pemain.

Dengan kata lain, kaki-kaki para pemain barangkali tak kuasa buat mengikuti kemauan tradisi, fans, dan kekuatan uang yang semakin mencengkeram sepak bola Inggris.

Performa pemain drop, secara otomatis performa tim keseluruhan juga terkena imbasnya. Isu jangka panjang mengemuka jika ada yang apes terpapar cedera.

Syukur-syukur tim punya skuat gemuk buat menutupi kehilangan si pemain bintang. Jika tidak, hasil bisa ditebak, tim kelabakan.

Bisa jadi situasi ini menjadi salah satu alasan mengapa magnificent seven atau tujuh teratas di sepak bola Inggris relatif tak sering berubah, selalu itu-itu saja.

Festive season menjadi salah satu penyebabnya. Tim-tim kecil, papan bawah, bukannya tak cukup bagus untuk bersaing di periode sibuk ini.

Mereka cuma tak cukup punya pemain buat bersaing dengan para raksasa.

Tentu saja ada argumen kontra bahwa EPL memang spesial. Cuma tim terkuat, dengan skuat paling siap, yang bisa menjadi juara.

Sir Alex Ferguson bersama tim Manchester United bisa jadi salah satu sampelnya.

Selama bertahun-tahun Fergie menghendaki adanya perubahan, tetapi situasi ideal itu tak kunjung terjadi.

Toh United asuhannya masih bisa mendominasi di EPL.

Bukan dengan keluhan dan koar-koar soal pergantian kebijakan, tetapi lantaran mereka punya skuat memadai buat melalui periode berat dari musim ke musim.

"Sejak 1986, saya salah satu yang pertama memulai komplain soal ketiadaan winter break. Masih saja tak ada perubahan setelah sekian lama. Rasanya situasi ini amat menggelikan," kata Fergie soal festive season beberapa musim lalu saat dia masih mengarsiteki Iblis Merah.

[video]http://video.kompas.com/e/5253256763001[/video]

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P

Editor : Weshley Hutagalung
Sumber : Tabloid BOLA


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X