Milan adalah klub yang begitu menghargai aspek fantasi. Bukan fakta yang mengagetkan jika klub beralias Il Diavolo Rosso itu pernah memberikan nilai tinggi buat figur bernama Andrea Bertolacci.
Penulis: Sem Bagaskara
Sepak bola cantik senantiasa diupayakan Milan dari masa ke masa, terlebih pada era kepemimpinan Silvio Berlusconi, yang berlangsung sejak 1986 sampai sekarang.
Berlusconi sangat fanatik terhadap permainan ofensif, formasi 4-3-1-2, dan gelandang bertipe fantasista.
Milan tak sungkan mengeluarkan dana mahal untuk memboyong gelandang cerdas ke San Siro. Bahkan, pemain termahal sepanjang 117 tahun sejarah Il Diavolo adalah penghuni sektor tengah.
Sosok tersebut adalah Rui Costa, yang dipinang Milan dari Fiorentina dengan mahar senilai 42 juta euro pada musim panas 2001.
Investasi Il Diavolo tak sia-sia. Rui Costa menjadi aktor penting Milan menjuarai Liga Champion 2002/03 serta Serie A 2003/04.
Sudah menjadi semacam kebiasaan bagi Milan untuk mendatangkan gelandang dengan label harga tinggi.
[video]http://video.kompas.com/e/5253553368001[/video]
Beberapa pembelian sukses berkembang menjadi pilar tim dan menghadirkan gelar seperti Rui Costa, Clarence Seedorf (dibeli dari Inter; 2002/03), atau Andrea Pirlo (Inter; 2001/02).
Tapi, sejumlah rekrutan gelandang mahal juga bisa dikategorikan gagal. Sebut saja Domenico Morfeo (Fiorentina; 1998/99) dan Massimo Donati (Atalanta; 2001/02).
Morfeo memang menjadi bagian tim Milan peraih scudetto 1998/99. Cuma, peran Morfeo tak terlalu menonjol dan lebih sering mentas sebagai pengganti.
Kesalahan Milan dalam menaksir harga Morfeo dan Donati sepertinya menghadirkan trauma di benak suporter.
Alhasil, banyak fan yang bertanya-tanya ketika manajemen Il Diavolo rela menebus Andrea Bertolacci (25 tahun) dari Roma dengan biaya senilai 20 juta euro pada musim panas tahun lalu.
Bertolacci memang disebut sebagai salah satu gelandang potensial Italia. Tapi, tetap saja waktu itu harganya dinilai kemahalan.
Sorotan kian mengarah ke Bertolacci karena dia gagal membawa Milan ke papan atas dan tak menyuguhkan performa konsisten selama 2015/16.
"Saya berterima kasih kepada Montella sebab dia paling memahami dibandingkan siapa pun soal bagaimana mengeksploitasi karakteristik saya," kata Bertolacci.
Vonis transfer flop langsung dijatuhkan tanpa memedulikan fakta bahwa jebolan akademi Roma itu sempat lama meringkuk di ruang terapi.
Bertolacci menatap perbaikan nasib bersama pelatih baru, Vincenzo Montella, pada 2016/17.
"Saya berterima kasih kepada Montella sebab dia paling memahami dibandingkan siapa pun soal bagaimana mengeksploitasi karakteristik saya," kata Bertolacci.
Ketika masih menghuni skuat junior Roma, Bertolacci memang pernah diasuh oleh Montella. Hanya, gangguan cedera membuat Bertolacci tak terlalu berjodoh dengan Montella kala keduanya bereuni di Milan.
Elemen Hilang
Musim ini Bertolacci baru bisa mendapatkan kans pertama menjadi starter pada pekan ke-16 ketika Il Diavolo takluk 0-1 dari Roma di Olimpico. Hasil akhir terlihat negatif, tapi partai itu justru menjadi titik kebangkitan Bertolacci.
Eks gelandang Genoa itu memperagakan performa apik saat melawan Roma. Operan cermatnya mengawali proses terciptanya penalti untuk Milan, yang kemudian gagal dieksekusi M'Baye Niang.
Visi dan kreativitas Bertolacci ibarat elemen hilang yang selama ini dicari Montella. Kepingan yang membuat sang pelatih bisa menerapkan gaya favoritnya: permainan cantik.
Ya, Montella tak ragu menyebut bentrokan melawan Roma merupakan penampilan terbaik Milan musim ini. Hal itu muncul ketika Bertolacci tampil sebagai pemain inti.
[video]http://video.kompas.com/e/5257699270001[/video]
"Saya meminta Bertolacci untuk melakukan banyak pekerjaan dan dia benar-benar membatasi aksi Roma. Berkat dia pula tim tidak lebih menderita," kata Montella di Milan TV.
Bertolacci masih punya waktu buat membuktikan kepantasan dirinya menyandang label mahal. Rui Costa mengalami cedera panjang dan tak terlalu istimewa pada musim pertama bersama Milan.
Pirlo? Dia bahkan mengalami kesulitan meraih status reguler pada 2001/02. Namun, keduanya melesat pada musim kedua dan berakhir sebagai legenda klub. Kedua fantasista hebat itu layak dijadikan Bertolacci sebagai inspirasi.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No.2.726 |
Komentar