Ketika tripoin melawan tim juru kunci menjadi sebuah kewajiban, alih-alih cuma sebuah formalitas, berarti ada yang keliru dari perjalanan Barcelona di La Liga musim 2016/17.
Penulis: Sapto Haryo Rajasa
Selama ini, bagi Barca kemenangan atas tim-tim di wilayah bawah klasemen La Liga merupakan hal yang sangat lumrah. Kasarnya, sambil memejamkan sebelah mata pun Lionel Messi dkk. tak akan kesulitan untuk membungkus tiga angka penuh.
Kewajiban untuk menang lebih bersifat mendesak tatkala sang lawan adalah tim yang secara tradisi memang sulit ditaklukkan, macam Real Madrid, Atletico Madrid, atau Real Sociedad. Rival seperti Sporting Gijon, Real Betis, Alaves, Deportivo La Coruna, Granada, tanpa label wajib pun, Barca “terbiasa” menang besar.
Untuk kasus beberapa korban reguler, kebiasaan Barca masih nyantol. Kemenangan mudah masih bisa dicetak atas Betis (6-2), Gijon (5-0), Deportivo (4-0). Akan tetapi, di sisi lain, Barca terbukti sulit menang tatkala bersua Granada (1-0). The Catalans bahkan dipaksa takluk saat menjamu Alaves (1-2).
Ditambah kekalahan ketika bersua Celta Vigo (3-4), hasil imbang melawan tim tradisional seperti tersebut di atas (Atletico, Sociedad, dan Madrid sama-sama berujung 1-1), serta skor kacamata kontra Malaga, artinya memang ada masalah di tubuh sang juara bertahan La Liga itu.
Hingga menginjak jornada 15, Blaugrana memang masih duduk di posisi runner-up sementara klasemen. Namun, jarak mereka dengan Madrid mencapai enam poin. Celakanya, Sevilla di posisi ketiga, dan Atletico di tangga keempat, cuma berselisih satu dan dua angka saja.
Secara otomatis, kunjungan ke El Sadar, Sabtu (10/12), guna bertemu Osasuna, klub promosi dan penghuni di dasar klasemen, yang normalnya cuma “jalan-jalan di taman”, kini berstatus wajib dimenangi. Skor imbang, apalagi kalah, bisa dipastikan bakal mendemosi Barca ke posisi keempat, selain potensi kian menjauh dari Madrid.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.723 |
Komentar