Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Performa Leicester City, Terburuk Sepanjang Sejarah

By Sabtu, 10 Desember 2016 | 14:13 WIB
Ekspresi pelatih Leicester City, Claudio Ranieri, saat memberi instruksi kepada timnya kontra Porto pada partai grup G Liga Champions di Estadio do Dragao, Porto, Portugal, Rabu (7/12/2016) waktu setempat.
FRANCISCO LEONG/AFP
Ekspresi pelatih Leicester City, Claudio Ranieri, saat memberi instruksi kepada timnya kontra Porto pada partai grup G Liga Champions di Estadio do Dragao, Porto, Portugal, Rabu (7/12/2016) waktu setempat.

Mimpi buruk Leicester City musim ini terus berlanjut. Mengalami kekalahan 1-2 dari Sunderland pada hari Sabtu (3/12), The Foxes kini tercatat sebagai juara Premier League terburuk sepanjang sejarah.

Penulis: Hizrian Maladzan

Dari 14 pertandingan, Leicester hanya bisa meraup 13 poin. Catatan ini juga lebih buruk dari Chelsea 2015-2016, di mana mereka meraih 15 poin dari 14 pertandingan. Musim lalu, pada periode yang sama, Leicester sudah meraih 29 poin.

Manajer Claudio Ranieri akhirnya mengaku bahwa Leicester adalah salah satu tim yang berjuang menghindari zona degradasi. Ia mengatakan bahwa keberuntungan Leicester tidak seperti musim lalu.

“Saya pikir sekarang banyak tim yang terlibat dalam pertempuran di zona bawah. Jika hanya menang dua kali, maka mereka akan degradasi. Sekarang, kami adalah salah satu dari tim tersebut, saya tahu itu,” ujar pelatih asal Italia tersebut.

“Semua dari musim lalu terasa benar, mulai dari keberuntungan. Musim ini semua terasa salah,” kata Ranieri.

Efek Kante

Penyerang Watford dan mantan incaran Leicester, Troy Deeney, berkata bahwa Leicester jauh lebih mudah dikalahkan dibanding musim lalu. Yang membuat Leicester musim ini berbeda 180 derajat dengan musim lalu, menurut Deeney, adalah hilangnya gelandang N’Golo Kante.

“Kami bisa melewati lini tengah mereka dan langsung menuju lini belakang lebih mudah sekarang,” ujar Deeney kepada BBC.

“Setiap kali kami berhasil menembus pertahanan mereka musim lalu, saya selalu punya fear factor bahwa Kante akan mengejar kembali. Saat itu, saya tahu kami tidak punya waktu sebelum dia kembali ke sana. Bahkan, jika saya sebenarnya punya waktu, saya selalu berpikir Kante berada di sana, jadi saya selalu terburuburu,” ucap Deeney.


Editor : Jalu Wisnu Wirajati
Sumber : Tabloid BOLA


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X