Berbicara soal sepak bola Maluku pasti tidak akan pernah bisa lepas dari Desa Tulehu. Brasilnya Indonesia, demikian julukan yang disematkan pada wilayah di Maluku Tengah ini.
Penulis: Gonang Susatyo
Tulehu dikenal luas sebagai desa penghasil pemain bola hebat. Sudah tak terhitung banyaknya lelaki asal Tulehu yang merantau bermain di berbagai klub di Indonesia dan tak sedikit pula yang berhasil menembus pintu tim nasional.
Namun, sepak bola Tulehu tidak hanya soal Ramdani Lestaluhu, Alfin Tuasalamony, Abduh Lestaluhu, Rizky Pellu, atau generasi sebelumnya macam Imran Nahumarury, Chairil Anwar Ohorella, atau bahkan Aji Lestaluhu, dan masih banyak lagi yang sudah berlabel nasional.
Para pesepak bola yang meninggalkan Tulehu tidak hanya bermain untuk klub-klub besar di kasta Liga Super Indonesia (LSI) maupun Divisi Utama. Namun, mereka juga menyebar di klub-klub kecil di seluruh Indonesia.
“Jangan sekadar bicara tentang klub besar di LSI. Di sini, ada banyak pemain yang memperkuat klub-klub di berbagai kota di Indonesia," ucap Rahel Tuasalamony, mantan gelandang Persebaya Surabaya pada 2000-an, saat mengajak BOLA berkeliling Desa Tulehu beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
- Ibrahimovic Membantah Tendang Kepala Lawan
- Anggia/Ketut Amankan Tiket Semifinal Macau Terbuka
- Ribery: Bukan Salah Pelatih Jika FC Bayern Tak Berada di Puncak
"Jangan salah, Anda bisa melihat mereka yang duduk-duduk atau bermain bola di jalanan itu pernah bermain di klub dan ikut kompetisi. Bila kontraknya tidak diperpanjang, mereka kembali ke Tulehu dan siap berangkat lagi bila ada tawaran bermain,” tuturnya.
Desa Tulehu sendiri terletak 25 km sebelah utara Kota Ambon, ibu kota Provinsi Maluku. Tulehu merupakan negeri adat yang dipimpin raja sebagai kepala pemerintahan.
“Di Tulehu, sepak bola sudah mendarah daging. Bila ada tim dari sini seperti Tulehu Putra bermain di luar daerah, kampung ini hampir kosong,” kata Hasim Nahumarury, Kaur Pemerintahan Negeri Tulehu.
“Pasar sudah sepi sebelum waktunya karena mereka ingin pergi menyaksikan Tulehu Putra bermain. Tak peduli di jalan atau ada ruang terbuka sedikit saja, sudah dipakai untuk bermain bola,” ucapnya.
Sempat Ditentang
Banyak versi mengenai kelekatan Tulehu dengan bal-balan. Di antara semuanya, yang paling kuat tak lain kisah para pelaut dari desa tersebut yang merantau ke Singapura pada sekitar tahun 1930-an.
“Mereka bekerja di Singapura dan bisa jadi beberapa di antaranya ikut bermain bola di sana. Saat pulang, mereka mengajari anak-anak bermain bola,” ujar Latif Lestaluhu, ayah dari Ramdani dan kakek Abduh.
"Ternyata, banyak yang menyukainya. Tak heran pada tahun 1960-an Tulehu sudah memunculkan pemain yang cukup terkenal," katanya.
Dikisahkan sepak bola sempat dikecam oleh para orang tua Tuhelu. Akibatnya, mereka terpaksa bermain bola secara sembunyi-sembunyi. Namun, kecintaan pada sepak bola tak bisa dibendung.
“Hanya sebentar larangan itu muncul. Kecintaan anak-anak Tulehu pada sepak bola tak bisa disembunyikan," tutur Sani Tawaniella, pelatih yang membawa Maluku menjuarai Piala Medco U-15 2006.
"Orang tua akhirnya mengalah dan mereka bebas bermain bola. Kecintaan itu menurun kepada anak cucu mereka sampai sekarang,” ucapnya.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar