Musim 2009/10 layak dikenang sebagai musim tersukses Internazionale Milan sepanjang masa. Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya dalam sejarah, klub yang telah berdiri sejak 1908 itu mampu menghadirkan treble berupa titel Serie A, Coppa Italia, dan Liga Champion.
Penulis: Sapto Haryo Rajasa
Ironisnya, di musim terakhir kepemimpinan Jose Mourinho itu juga ditandai dengan sebuah kondisi memprihatinkan.
Ya, untuk pertama kalinya pula dalam sejarah sebuah tim tidak menurunkan satu pun pemain asal negara klub tersebut di partai final kejuaraan antarklub terwahid Eropa.
Marco Materazzi sebagai perwakilan tunggal Italia baru menapak rumput Santiago Bernabeu di menit kedua masa injury time, setelah menggantikan Diego Milito.
Dua rekannya sesama Negeri Spageti yang ada dalam skuat final, Francesco Toldo dan Mario Balotelli, tidak bermain sama sekali.
Komposisi starting XI Inter kala itu berisi tiga pemain Brasil (Julio Cesar, Maicon, dan Lucia), empat pemain Argentina (Walter Samuel, Javier Zanetti, Esteban Cambiasso, dan Milito), serta masing-masing satu pemain asal Rumania (Christian Chivu), Belanda (Wesley Sneijder), Kamerun (Samuel Eto’o), dan Masedonia (Goran Pandev).
Berselang sekitar enam tahun, tepatnya 24 April 2016, Inter, yang kembali dibesut Roberto Mancini, lagi-lagi melakukan aksi langka seperti di final LC 2009/10.
Saat mengalahkan Udinese 3-1 itu, untuk pertama kalinya dalam sejarah Serie A, starting Il Biscione tak bermaterikan satu pun pemain Italia.
Ada kemiripan dari dua musim di mana Inter menanggalkan identitas lokalnya tersebut. Di kedua musim tersebut, 2009/10 dan 2015/16, materi Italiano yang menghuni skuat sama-sama berjumlah enam pemain.
Selain itu, keenamnya sama-sama tidak memegang peran penting dalam kiprah I Nerazzuri.
Enam pemain Italia di 2009/10 adalah Toldo, Paolo Orlandini, Materazzi, Giulio Donati, Davide Santon, dan Balotelli. Balo menjadi pemain dengan cap terbanyak (17).
Sementara itu, di musim kemarin, seksten Italia Inter terdiri atas Tommaso Berni, Santon, Fabio Della Giovanna, Danilo D’Ambrosio, Andrea Ranocchia, dan Eder. D’Ambrosio tampil terbanyak (24).
Jika dibandingkan dengan musim kompetisi 2016/17, sebetulnya Inter mengalami kemerosotan jumlah personel Italia dalam skuat.
Walaupun secara de jure ada sembilan nama lokal, sifatnya cuma sebagai syarat pelengkap aturan Financial Fair Play, di mana ada pemain berstatus club trained, home growned, dan list B.
Secara de facto, Inter hanya memiliki lima pemain asal Italia saja. Mereka adalah Ranoccia, Santon, D’Ambrosio, Eder, dan Antonio Candreva.
Akan tetapi, yang menjadi pembeda antara musim ini dan dua musim tersebut di atas adalah soal jam terbang.
Lima pemain Italia di musim 2016/17 berperan penting dalam laju Inter. Hingga awal November, di mana Inter berpartisipasi di Serie A dan Liga Europa, empat dari lima pemain ini sama-sama mampu meraih dua digit cap.
Bersama Mauro Icardi dan Samir Handanovic, Candreva bahkan menjadi pemimpin kembar dalam koleksi penampilan sebanyak 16 kali.
Eder menyusul di tempat kedua dengan total 15 penampilan, lalu Santon (11), D’Ambrosio (10), dan Ranocchia (6).
Dengan jumlah penampilan di atas rata-rata ini, secara tak langsung bisa diambil kesimpulan bahwa para Italiano ini mulai bisa mendobrak hegemoni pemain asing di starting XI Inter.
Dari semula hanya sebatas satu atau maksimal dua pemain saja, kini Interisti bisa melihat tiga, empat, bahkan lima Italiano sekaligus di atas lapangan. Seperti yang terlihat ketika Inter mengalahkan Crotone 3-0 pada gelaran giornata 12 Serie A (6/11).
Di laga terakhir sebelum jeda kompetisi itu, kuartet D’Ambrosio, Ranocchia, Santon, dan Candreva melakoni laga sejak sepak mula. Eder kemudian memastikan personel Italia berjumlah lima orang, setelah masuk menggantikan Ever Banega di menit ke-64.
Akhir pekan nanti, Inter akan memainkan derbi della Madonnina melawan rival sekota, AC Milan.
Melihat performa gemilang kelimanya di partai perdana sejak pemecatan Frank de Boer itu, bukan mustahil Stefano Pioli, pelatih anyar Inter, akan kembali menurunkan mayoritas bocah lokal.
Memang, belakangan ini derbi kota mode tak menyertakan unsur perburuan di jalur scudetto lantaran dominasi Juventus yang begitu perkasa. Situasi kali ini pun tampak masih sama.
Akan tetapi, fan kedua kubu justru layak berbangga karena duel kali ini membawa perspektif yang lebih luas dari jumlah Italiano.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar