"Setiap orang mati. Tetapi, tak setiap orang benar-benar hidup." Kutipan itu milik pejuang kemerdekaan Skotlandia, Sir William Wallace.
Penulis: Sem Bagaskara
Epos Wallace kemudian diangkat ke layar lebar pada 1995 dalam film "Braveheart" yang dibintangi Mel Gibson.
Sepak bola barangkali tak ada hubungannya dengan perang dan pertempuran. Namun, konsep serupa diekspresikan oleh penyerang AC Milan, Gianluca Lapadula.
Striker yang dibeli Milan dari Pescara dengan biaya 9 juta euro pada musim panas silam itu dijuluki William Wallace.
Kakak Lapadula, David, yang bekerja sebagai tukang pos, adalah orang pertama yang memanggilnya demikian.
"Karakter saya adalah selalu ingin bertarung di barisan terdepan. David memberikan julukan itu sebab dia tahu kepribadian saya," kata Lapadula soal julukan William Wallace yang melekat kepadanya.
Motto Lapadula pun mirip-mirip dengan Wallace. "Siap mati untuk setiap bola." Karakter petarung Lapadula sudah dibuktikannya di lapangan hijau.
Musim ini, menit tampilnya bareng Milan sangat sedikit. Dia merupakan pilihan kedua pelatih Vincenzo Montella di pos ujung tombak setelah Carlos Bacca. Sebelum bergabung dengan Milan, Lapadula sudah tahu konsekuensi itu.
Pengalaman mengajarkannya untuk tak berpangku tangan dalam situasi sulit. Lapadula melalui pertarungan panjang guna membuktikan kualitasnya.
Pada usia 12 tahun dia disingkirkan akademi Juventus. Parma pernah menampungnya, namun tak benar-benar memberikan kepercayaan.
Lapadula dipinjamkan ke Atletico Roma, Ravenna, San Marino, ND Gorica (Slovenia), sampai Teramo. Menyerah? Tidak.
Lapadula bangkit bersama Pescara. Dia mengemas 27 gol di Serie B 2015-2016 dan berjasa memberi Il Delfini tiket promosi ke Serie A musim ini.
Performa yang apik di Pescara mengantarnya ke Milan.
Meski baru mentas selama 153 menit di Serie A 2016-2017, sikap Lapadula menyenangkan hati sang pelatih Vincenzo Montella maupun fans Milan.
Alih-alih protes lantaran jarang bermain, pria 26 tahun itu terus bekerja keras. Kans menjadi starter saat melawan Chievo pada pekan ke-8 tak disia-siakannya.
Pressing intens Lapadula memicu kesalahan oper bek Chievo, Fabrizio Cacciatore, yang mengawali gol Juraj Kucka. Kala itu, Milan menang 3-1.
Lapadula, yang masuk sebagai pengganti, lantas menjadi pahlawan kemenangan 2-1 Milan atas Palermo pada pekan ke-12 via sepakan tumit.
"Lapadula, un tacco ti cambia la vita (Lapadula, tumit yang mengubah hidup)." Demikian judul salah satu artikel di Corriere della Serra.
Berkat pertarungan penuh semangat selama 153 menit di Serie A, Lapadula mendapatkan pemanggilan pertama ke tim nasional Italia.
Dia disebut-sebut juga punya kans bagus untuk mentas sebagai starter dalam duel derby della Madonnina kontra Internazionale (20/11).
Dibanding Bacca, Lapadula disebut lebih mampu terlibat dalam bangunan permainan Milan.
Dia tak cuma tampil sebagai penyelesai, tetapi sudi turun ke bawah buat menjemput bola atau melakukan tugas bertahan.
"Lapadula memiliki daya juang tinggi yang jarang saya lihat dalam 30 tahun terakhir," kata CEO Milan, Adriano Galliani.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.715 |
Komentar