Fluktuasi performa Manchester United di Premier League 2016-2017 menyebabkan beberapa pemain di bawah sorotan. Salah satunya adalah pembelian termahal dalam sejarah klub dan sepak bola, Paul Pogba.
Penulis: Theresia Simanjuntak
Man United melalui Oktober kelabu. Tak ada satu pun dari lima partai EPL yang berhasil dimenangi Iblis Merah.
Sebagai pemain yang selalu tampil setiap menitnya sejak pekan kedua liga, Pogba disalahkan.
Gelandang asal Prancis dinilai kurang menginspirasi timnya. Bila gol dan assist sebagai parameter performa, dia tidak berkontribusi sama sekali sepanjang Oktober.
Ada apa dengan Pogba?
Pertanyaan itu pun muncul. Tidak sedikit yang menghinanya gara-gara label 89,3 juta pound yang melekat pada dirinya.
Banyak yang mencoba menganalisis situasi Pogba. Ada yang mengatakan bahwa gelandang berumur 23 tahun ini tidak ditempatkan pada posisi ideal, seperti ketika ia memperkuat Juventus.
Manajer Jose Mourinho menurunkan Pogba lebih ke dalam, yakni sebagai gelandang bertahan dalam pola 4-2-3-1.
Padahal di Juventus, pemain yang senang gonta-ganti model rambut itu menjadi salah satu dari trio gelandang tengah dalam skema 3-5-2.
Analisis lain ialah Pogba tidak berpasangan dengan pemain yang tepat. Dia disinyalir kurang cocok bermain dengan Marouane Fellaini di pos gelandang bertahan berhubung kedua pemain sama-sama bernaluri ofensif.
Legenda United yang kini aktif sebagai pandit di BT Sport, Paul Scholes, mengatakan Pogba seharusnya bermain bersama Michael Carrick.
"Pogba bukan pengendali permainan terbaik. Anda harus ingat dia datang dari tim yang brilian di Juventus. Andrea Pirlo dan Claudio Marchisio mengontrol permainan sehingga Pogba bebas menunjukkan kemampuannya," ujar Scholes.
"Saya ingin melihat Carrick bermain bersama Pogba. Dia bisa mengarahkan dan memerintahkan ke mana Pogba harus bergerak," ucap sang mantan gelandang.
Telat Panas
Melihat statistik selama karier di sepak bola profesional, Pogba cenderung mengalami satu masalah di awal musim, yaitu telat panas.
Statistik tiga musim terakhir memperlihatkan dalam 10 partai perdana liga, Pogba memang minim kontribusi nyata berupa gol ataupun assist.
Pogba di 2015/16 tepat dikomparasikan dengan musim ini. Kala itu, ekspektasi juga tinggi pada dirinya sebab ia menggunakan nomor punggung keramat di Juventus, 10.
Status sebagai satu-satunya pemain Juve dalam daftar UEFA Player of the Year dan FIFA FIFPro World XI 2015 hanya menegaskan besarnya ekspektasi Juventini pada Pogba.
Nyatanya, Pogba menuai kritik pada awal 2015/16. Hengkangnya dua gelandang yang lebih senior, Pirlo dan Arturo Vidal, memengaruhi permainan Pogba.
Hingga pekan ke-10 Serie A musim lalu, Pogba cuma bisa membukukan satu gol dan satu assist. Hal itu berimbas pada hasil Juventus, yang hanya meraup tiga kemenangan.
Namun, segalanya berubah ketika Serie A 2015/16 memasuki pekan ke-11. Dalam 28 partai sampai akhir musim, Juve cuma menelan satu kekalahan.
Pogba salah satu bintang kebangkitan Juve. Sepanjang musim tersebut di liga, dia pada akhirnya mengemas delapan gol dan 12 assist guna membantu timnya merengkuh scudetto kelima secara beruntun.
Nah, kecenderungan telat panas ini terlihat pada 2016/17. Sampai pekan ke-10 EPL, Pogba baru berkontribusi satu gol buat United.
Namun, pada gameweek ke-11, yaitu partai melawan Swansea City (6/11), Pogba menambah isi pundi-pundi gol yang kini menjadi dua buah.
Golnya istimewa, yakni sebuah tendangan spektakuler dari luar kotak penalti yang sudah menjadi ciri khas Pogba sejak ia di Juventus.
Pogba menginspirasi serangan United. Fan pun mengapresiasi penampilannya kontra Swansea lewat penghargaan man of the match berdasarkan hasil pemungutan suara di akun Twitter resmi United.
Apakah sebiji gol ke jala Si Angsa adalah momentum kebangkitan Pogba? Kita lihat saja.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.714 |
Komentar