Status sebagai juara Premier League 2015-2016 membuat Leicester City berhak tampil di Liga Champions 2016-2017. Sejauh ini, tampil di Liga Champions berdampak negatif bagi Leicester City di Liga Inggris 2016-2017.
Mau tidak mau, Manajer Claudio Ranieri harus merotasi skuatnya agar bisa mengarungi dua kompetisi besar itu dengan baik.
Efeknya bagus di Liga Champions karena sejauh ini Leicester City memimpin Grup G yang berisi Kobenhavn, Porto, dan Club Brugge dengan mencatat hasil 100 persen kemenangan.
Akan tetapi, efek serupa tidak terasa di Premier League. Hingga pekan kesembilan, sang juara bertahan masih terjebak di peringkat 12 dengan torehan 11 poin, hasil dari tiga kemenangan, dua imbang, dan empat kekalahan.
Baca juga:
- Respons Guardiola soal Keinginan Madrid Merekrutnya
- Fokus Diego Simeone adalah Malaga, Bukan Rumor ke Premier League
- Hasil Ligue 1, Gol Ke-10 Edinson Cavani Bawa PSG Salip Monaco
Efek rotasi pemain begitu terasa. Leicester belum bisa menemukan intensitas setinggi musim lalu kala sejumlah pemain terus keluar-masuk sebagai penghuni 11 pilihan utama sang manajer.
Kerja sama tim juga belum terbangun dengan baik, apalagi pemain andalan seperti Jamie Vardy juga belum kembali tajam.
Faktanya, sejauh ini Ranieri sudah 16 kali membuat pergantian personel dalam sembilan laga. Bandingkan dengan 33 perubahan nama pilihan utama dalam 38 laga di EPL 2015-2016.
Peningkatan perubahan itu jelas menunjukkan tingginya rotasi pemain di tubuh Leicester.
Ranieri tak bisa ngotot buat mempertahankan 11 pilihan utamanya buat bermain tanpa henti sepanjang musim. Terlebih melihat fakta jarak tempuh yang harus dilalui timnya saat tandang musim ini sudah nyata terlihat lebih banyak dari musim lalu.
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | Bein Sports |
Komentar