Arsitek tim datang dan pergi, filosofi permainan pun kerap berganti seiring perpindahan kendali kepelatihan tadi. Bagi Atletico Madrid, tak perlu menunggu kepindahan Diego Simeone untuk sedikit menggeser filosofi.
Penulis: Rizki Indra Sofa
Sebagai pelatih terlama yang masih aktif menangani satu klub La Liga, lima tahun di balik kemudi Atletico sejauh ini, Simeone adalah saksi sejumlah pergeseran dan perubahan ideologi permainan.
Barangkali ia menyadari Atletico juga tak bisa terus bersandar pada ketangguhan pertahanan sembari melancarkan blitzkrieg alias perang kilat buat mengambil kemenangan.
Perubahan sifatnya harga mati, meski tak perlu revolusi. Pelan tetapi pasti, hasilnya terlihat. Kehadiran sosok Koke di lini tengah adalah simbolnya.
Simeone mengambil momen menuanya Tiago dan cederanya Augusto Fernandez, dua pilar lini tengah tandem Gabi yang lebih berkarakter defensif, dengan memplot Koke di posisi tersebut.
Baca Juga:
- Tim Asuhan Indra Sjafri Derita Kekalahan Keempat dari Lima Laga Terakhir
- Ketajaman Juru Gedor Milan Selevel dengan Duo Argentina Milik Juventus
- Pemain Arsenal Harus Berpikir
Perubahan nyata. Atletico mulai berubah menjadi tim yang lebih "menikmati" penguasaan bola. Mereka lebih gemar bermain ofensif, memainkan tiga-empat pemain berkarakter menyerang sekaligus, serta lebih keji dalam membunuh lawan lewat setiap peluang.
Jumlah 21 gol dari delapan pertandingan liga musim ini, tanpa satu pun dari skema serangan balik, adalah korelasi pergeseran filosofi Atleti. Memang, penerapan tidak selalu sempurna lantaran terkadang gawang Jan Oblak dikorbankan.
Kemenangan 7-1 melawan Granada akhir pekan lalu menjadi bukti daya ledak Atleti, tetapi di sisi lain gawang mereka kebobolan buat kali pertama di lima pertandingan.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar