"Bila mengingat perjalanan karier ini, saya masih tak percaya bisa masuk timnas senior. Kadang di kamar hotel, saya masih berpikir apakah benar ada di timnas," kata Abdul Rachman saat membagi kisah hidupnya kepada Tabloid BOLA.
Penulis: Gonang Susatyo/Yan Daulaka/Andrew Sihombing
Perjalanan bek kiri milik klub Persiba Balikpapan itu memang bak wahana permainan roller-coaster. Naik dan turun sudah dicicipi kendati usianya baru 25 tahun.
Cerita awal karier profesional Rachman bahkan bisa dibilang dihiasi keprihatinan. Sang pemain ketika itu baru berusia 20 tahun saat bergabung dengan Bontang FC pada musim kompetisi 2011.
Semula Rachman membayangkan bakal mendapat penghasilan lumayan. Namun, klubnya ketika itu diterpa problem keuangan sehingga gajinya tak dibayarkan selama beberapa bulan.
“Meski sempat tertahan, gaji akhirnya dibayarkan. Itu debut profesional saya yang tak terlupakan. Apalagi, saya menghadapi masalah yang lebih buruk di tahun kedua bersama Bontang FC,” ujar Rachman.
Baca Juga:
- Balas Kekalahan, Fajar/Rian Juarai Taiwan Masters
- Mau Juara? Liverpool Harus Dua Kali Menang atas Man United
- Klasemen Sementara MotoGP 2016 Setelah GP Jepang
Ia memilih bertahan di Bontang FC saat kompetisi terbelah. Ketika itu, klub mengikuti kompetisi Liga Prima Indonesia (LPI).
Tak dinyana, gajinya tak dibayarkan selama enam bulan. Bahkan, sampai sekarang tak ada kabar dari tunggakan gaji tersebut.
“Pengalaman yang tak terlupakan. Saya merasakan pahitnya sepak bola. Tetapi, kejadian itu tak menyurutkan semangat saya untuk tetap berkarier di sepak bola. Orang tua juga menyerahkan semuanya kepada saya,” kenang Rachman.
Semangat Rachman tak pudar karena bal-balan merupakan pilihan pribadinya. Demi kecintaannya itu, anak bungsu dari empat bersaudara ini bahkan sampai mengabaikan larangan sang ayah, Ahmad Palatai, yang memintanya kuliah.
Polesan Jaya
Rachman kecil lahir dan tumbuh di Penajam Paser Utara, Balikpapan. Kecintaan warga setempat terhadap si kulit bundar ternyata turut menjangkitinya.
"Bisa dibilang saya bermain bola secara otodidak bersama teman-teman. Dulu tidak ada SSB di Penajam. Setiap hari kami bermain di lapangan dekat rumah. Namanya di kampung, sebagai pengganti gawang biasanya kami memakai sandal atau kayu," ucapnya.
Rachman tak pernah bergabung dengan SSB, yang ketika itu hanya ada di Balikpapan. Pengalaman bertanding lebih banyak ditempa saat memperkuat tim SMU di turnamen antarpelajar.
Kendati demikian, ia lolos tes di Persiba junior selepas SMU. Rachman kemudian mulai merasakan atmosfer kompetisi kala bergabung dengan Bontang FC.
Namun, periode itu harus dilewatinya dengan perjuangan keras dan penuh keprihatinan.
"Dalam kondisi tidak digaji, saya hanya ingat orang tua saat masuk ke lapangan untuk bertanding. Keinginan membantu orang tua tertunda hanya karena terlambat menerima gaji," katanya.
Kehidupannya mulai membaik setelah kembali ke Balikpapan untuk memperkuat Persiba di kompetisi Liga Super Indonesia (LSI). Meski termasuk pemain muda, dirinya selalu diberi kesempatan bermain oleh Jaya Hartono.
Sang pelatih yang disebut terakhir ingat betul betapa ia terkesan dengan kemampuan Rachman.
"Dia bisa dibilang pemain yang baru muncul. Tetapi, saya melihat ia punya kemampuan bagus. Terlebih ia punya spesialisasi di kaki kiri," kata Jaya.
Adalah Jaya yang kemudian memainkan Rachman sebagai bek kiri. Pengalaman sebagai mantan bek kiri andalan timnas membuat Jaya yakin anak asuhnya itu bisa gemilang di posisi tersebut.
"Rachman awalnya pemain sayap. Saya mencobanya di posisi bek kiri karena kebetulan kami belum memiliki pemain tetap di situ," tutur pelatih yang membawa Persik menjuarai Liga Indonesia 2003 tersebut.
"Ternyata ia malah tampil bagus dengan mobilitas, kecepatan, dan kemampuan melepas umpan silang," katanya.
Namun, peruntungan Rachman berubah setelah Jaya tak lagi menjadi pelatih Persiba.
"Saya tak lagi diberi kepercayaan. Jangankan masuk tim inti, duduk di bangku cadangan saja tidak. Jadi, sepanjang putaran kedua, saya hanya menjaga mes," kata Rachman.
"Saya menjaga mes dalam arti yang sesungguhnya karena tidak masuk skuat saat bertanding. Ketika itu, pemain yang tidak masuk skuat tidak dibawa ke stadion. Jadi, saya harus menjaga mes," tambah pengagum Bima Sakti itu.
Hingga sekarang, Rachman tak pernah mengerti alasan hingga ia tersingkir sedemikian rupa.
Syarat Konsistensi
Menjadi pemain tak terpakai bukanlah kepahitan terakhir yang dirasakannya. Saat kompetisi dihentikan, Rachman sampai harus menghidupi diri dengan bermain di tarikan kampung alias tarkam.
"Saya ikut tarkam dengan honor beberapa ratus ribu sekali main," ucap Rachman
"Beda dari pemain top yang rutin mendapat panggilan tarkam, saya harus mencari-cari sendiri agar bisa ikut. Saat tidak ada kompetisi, saya juga melamar di dinas pemerintahan," katanya.
Hanya, dia harus menerima kenyataan diberhentikan sebagai staf honorer. Pasalnya, Rachman makin jarang masuk kantor karena harus memperkuat Persiba di turnamen Kejuaraan Sepak Bola Torabika (TSC) 2016.
Perjalanan karier sepak bola bak roda berputar telah membentuk Rachman sebagai sosok yang tidak mudah menyerah di lapangan hijau.
Konsistensi sebagai andalan pelatih Jaino Matos di Persiba pun mengantarnya ke pintu timnas senior menjelang Piala AFF 2016.
"Tentu saya bangga bisa masuk timnas. Terasa betul ada perasaan berbeda kalau memakai lambang Garuda di dada. Dengan bergabung di timnas, saya ingin membuat masyarakat Balikpapan bangga," katanya.
[video]http://video.kompas.com/e/5172253791001_v1_pjuara[/video]
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar