Kemunduran dialami Juventus sepanjang pekan lalu. Pada saat seperti itu, sejumlah nilai negatif Si Nyonya Tua langsung terekspos.
Penulis: Dwi Widijatmiko
Diawali hasil 0-0 kontra Sevilla pada matchday I Liga Champions (14/9/2016) di J-Stadium. Juventus digadang-gadang kini memiliki pasukan yang cukup kompetitif untuk bersaing di jalur juara Liga Champions.
Gagal mengalahkan Sevilla di kandang sendiri jelas bukan start yang seharusnya didapatkan tim calon juara Liga Champions. Empat hari kemudian, hasil buruk lain datang. Juventus kalah 1-2 dari Inter dalam derby d'Italia.
"Kami seperti bukan Juve. Saya pikir salah satu kekuatan Juve adalah kemampuan hanya kebobolan rata-rata satu gol dalam dua partai. Kini kami sudah kemasukan empat gol dalam empat pertandingan. Hal itu tidak benar bagi Juve," kata kapten Gigi Buffon di Football Italia.
Juventus tidak tampil seperti biasanya dan sejumlah poin buruk pun mengemuka. Salah satu dari poin jelek itu adalah "menghilangnya" Paulo Dybala.
Dalam empat partai pertama liga musim ini, penyerang asal Argentina itu baru menyumbang dua assist dan belum mencetak satu gol pun. Musim lalu pemain berusia 22 tahun itu bisa mengemas 19 gol dan 9 assist.
Start Dybala pada 2015-2016 juga tidak ideal. Tetapi, pada periode empat pertandingan pertama, Dybala sudah bisa menyumbangkan dua gol.
Apa penyebab Dybala sampai pekan keempat lebih sulit mencetak gol? Sindrom musim kedua segera muncul sebagai salah satu alasan. Sindrom ini memang cukup banyak memakan korban di Serie A.
Pemain bisa tampil gemilang pada musim pertamanya. Akan tetapi, dia kemudian mendapati musim kedua berjalan lebih sulit.
Editor | : | Aloysius Gonsaga |
Sumber | : | Tabloid BOLA No.2.700 |
Komentar