Bersama Frank de Boer, Internazionale berharap bisa memenangi laga dengan cantik. Asa tersebut belum sepenuhnya terwujud dalam tiga partai pertama Serie A 2016-2017.
Penulis: Sem Bagaskara
Ketika meraih kemenangan, musim lalu Inter melakukannya dengan tidak meyakinkan. Tercatat 11 dari 20 tripoin yang diraih Il Biscione di Serie A 2015-2016 adalah kemenangan dengan skor 1-0.
Musim ini pun Inter masih tampak belum meyakinkan. Buktinya, mereka hanya meraup empat angka dalam tiga pertandingan awal kontra Chievo (0-2), Palermo (1-1), dan Pescara (2-1).
Baca juga:
- Enrique Puas dengan Formasi 3-4-3
- Mana Kontribusinya, Pogba?
- Arkadiusz Milik Resmi Kalahkan Gonzalo Higuain
Satu-satunya tripoin yang muncul saat bersua Pescara baru dipastikan melalui gol Mauro Icardi pada menit-menit akhir pertandingan.
Pada awal kedatangan di Inter, De Boer memang sudah menegaskan tak akan buru-buru memaksakan filosofinya.
"Kita akan lihat Inter versi saya dalam empat bulan ke depan," ujar De Boer dalam konferensi pers perdana sebagai arsitek Il Biscione pada Agustus silam.
Sang pelatih asal Belanda itu secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa dirinya butuh waktu. Bisa dimaklumi karena eks pelatih Ajax tersebut hanya melakoni satu partai pramusim bareng Inter, versus Celtic (2-0), 13 Agustus 2016.
Aroma eksperimen kental tercium dalam periode awal rezim kepelatihan De Boer di Inter.
Alih-alih formasi 4-3-3 yang begitu mendarah daging dengannya, De Boer malah menggeber patron 3-5-2 dalam laga pertama di Serie A kontra Chievo.
Perjudian saudara kembar Ronald de Boer itu gagal karena berujung dengan kekalahan. Citra Inter musim lalu sebagai tim bunglon yang sering berganti formasi pun langgeng sampai sekarang.
Setelah menyadari skema 3-5-2 gagal total, De Boer lantas menjajal 4-3-3 di partai melawan Palermo dan beralih ke 4-2-3-1 saat bertemu Pescara.
Formasi 4-3-3 dan 4-2-3-1 sedikit menghadirkan impresi sepak bola ala De Boer yang sangat mengandalkan penetrasi via sisi terluar lapangan.
Kedua skema tersebut juga lebih familiar bagi mayoritas pemain Inter karena musim lalu sering dipakai oleh Roberto Mancini.
Frank de Boer bisa meniru Jose Mourinho, yang tak gengsi mewarisi strategi Mancini pada 2008-2009. Perubahan dilakukan Mourinho secara perlahan.
Pelatih asal Portugal itu lantas dibuat kaget karena pada musim pertamanya di Italia, ia melihat begitu sering tim lawan berganti-ganti strategi, bahkan dalam satu pertandingan.
"Di Premier League, saya memulai kompetisi dengan 4-3-3 dan mengakhirinya tanpa mengubah apa pun. Kemudian, saya tiba di Italia bertemu Genoa dan Gian Piero Gasperini (pelatih Genoa) lima kali mengubah formasi timnya,” ujar Mourinho seperti dikutip La Gazzetta dello Sport.
Keinginan De Boer agar Inter menjadi tim yang menyerang dan mendominasi lawan sebenarnya mulai dipahami anak didiknya. Il Biscione merupakan tim dengan persentase penguasaan bola tertinggi (60,8 persen) di Serie A 2016-17.
Inter juga berada di posisi tiga teratas soal jumlah tembakan per gim (19) alias cuma kalah banyak dari Roma (23,3) dan Genoa (20). Fakta lain yang melegakan bagi fans Inter adalah mayoritas tembakan Icardi cs. terjadi di area 16 meter lawan.
Musim lalu, salah satu alasan kenapa Inter doyan menang dengan skor minimalis adalah karena mereka sulit masuk ke wilayah kotak penalti musuh.
Kehadiran pemain kreatif seperti Antonio Candreva dan Ever Banega sangat membantu Inter mengatasi masalah tersebut.
Filosofi De Boer masih sangat samar terlihat, tetapi setidaknya Il Biscione bergerak ke arah yang benar.
Pelatih Leicester yang pernah menukangi Inter, Claudio Ranieri, bahkan berani menyebut eks klubnya akan segera bangkit di tangan De Boer.
"Pelatih mesti diberi waktu ideal. Aneh rasanya menghakimi mereka setelah partai pertama," kata Ranieri.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.669 |
Komentar