Bulu tangkis Indonesia berhasil mengembalikan tradisi emas pada Olimpiade Rio 2016 yang berlangsung 5-21 Agustus di Rio de Janeiro. Emas ini didapat pasangan ganda campuran nasional, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, setelah mengalahkan Chan Peng Soon/Goh Liu Ying (Malaysia) pada babak final.
Dengan prestasi tersebut, bulu tangkis Indonesia diharapkan bisa menaikkan jumlah perolehan medali pada Olimpiade Tokyo 2020. Salah satu nomor yang diharapkan bisa mewujudkan harapan tersebut adalah sektor tunggal putra.
"Lin Dan mewaspadai kekuatan tunggal putra Indonesia karena dominasi China sudah mulai menurun," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) Gita Wirjawan, dalam acara diskusi PBSI dan PABSI di kantor redaksi JUARA di Palmerah, Jakarta beberapa waktu lalu.
"Sekarang mulai ada kekosongan tunggal putra setelah Olimpiade. Kento Momota (Jepang) sedang mendapat sanksi, India sedang kosong, sedangkan Chen Long (China) usianya sudah 27 tahun. Kini, yang harus diwaspadai adalah Viktor Axelsen (Denmark) yang masih berusia 22 tahun," tutur Gita.
Saat ini, Indonesia memiliki tiga pemain tunggal putra masa depan yakni Jonatan Christie, Anthony Sinisuka Ginting, dan Ihsan Maulana Mustofa.
"Saya percaya dalam waktu tiga tahun ke depan, mereka sudah bisa berbicara medali. Semoga tahun depan mereka sudah mampu menembus 10 besar dunia," ucap Gita.
Namun, menurut Gita, semua itu bisa tercapai jika diiringi kedisplinan dari pemain.
"Secara empiris, intensitas latihan yang tinggi akan memengaruhi prestasi. Hal ini juga ditunjang dengan kesejahteraan dan pola pembinaan yang berkesinambungan," kata Gita.
Selain tunggal putra, Gita berharap tunggal putri Gregoria Mariska dan Fitriani bisa berbicara pada Olimpiade 2020.
Menuju Olimpiade Tokyo 2020, PBSI membidik SEA Games 2017, Piala Sudirman 2017, dan Piala Thomas 2018.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | juara |
Komentar