“Kubawa kau melayang tinggi, lalu kuempaskan lagi ke bumi.”
Penulis: Indra Citra Sena
Kalimat itu merupakan petikan lirik lagu berjudul Babydoll yang populer pada medio 2000-an dinyanyikan oleh salah satu band Indonesia, Utopia. Sebuah perumpamaan untuk situasi di mana seseorang atau sesuatu mengalami dinamika berkecepatan tinggi.
Liverpool FC tengah berurusan dengan kondisi semacam ini dalam hitungan dua pekan terakhir. Mengundang decak kagum saat menekuk Arsenal 4-3 di Stadion Emirates, Si Merah kemudian rontok di markas tim promosi Burnley dengan skor 0-2.
Terdapat dua perbedaan besar antara partai kontra Arsenal dan Burnley meskipun susunan sebelas pertama dan skema tim tak banyak berubah. Wajah Liverpool berganti secepat kilat dari mengandalkan pressing superketat ke penguasaan bola masif.
Saat menyambangi London Utara, Liverpool begitu bersemangat menerapkan taktik gegenpressing ala Juergen Klopp, sampai-sampai memecahkan rekor jarak jelajah tim di Premier League (117,6 km). Penguasaan bola mereka tak mencapai 50 persen.
Berikutnya, Liverpool gantian menerapkan taktik mendominasi penguasaan bola hingga 80 persen melawan Burnley!
Namun, metode ini gagal total mengingat para pemain cuma memutar-mutar bola tanpa bisa menciptakan peluang bersih.
Selepas dua pertandingan itu, Liverpool melakoni laga Putaran II Piala Liga Inggris 2016/17, Selasa (23/8). Akan tetapi, kemenangan telak 5-0 atas Burton Albion kurang pas masuk hitungan karena kualitas lawan yang berada jauh di bawah mereka.
Pilihan
Ibarat memasak, Klopp sudah memiliki resep jempolan, tetapi ia kekurangan bahan baku sehingga terpaksa berimpovisasi dengan menggunakan apa yang tersedia di lemari pendingin dapurnya.
Bila mencermati penampilan Liverpool di dua pekan pembuka Premier League, Klopp bisa dibilang kurang jeli dalam memilih pemain, terutama di sektor sayap.
Pertama, pelatih berkebangsaan Jerman itu menurunkan Sadio Mane dan Alberto Moreno buat mengisi pos penyerang sayap kanan dan bek kiri. Alhasil, permainan Liverpool lebih melebar dan hal ini berbahaya ketika menghadapi tim pengusung taktik ofensif seperti Arsenal.
Khusus Moreno yang berkarakter menyerang, ia kerap menghilang dari sisi kiri pertahanan akibat terlalu maju ataupun telat kembali usai melancarkan serangan. Kondisi tersebut sering dimanfaatkan oleh Arsenal.
Kedua, Klopp justru mencadangkan Moreno tatkala meladeni tim penganut strategi defensif seperti Burnley. Aliran serangan Liverpool pun berpusat di tengah dan kubu tuan rumah terlanjur menutup ruang tembak mereka.
Satu aspek lain yang menjadi perbincangan hangat di situs lokal Liverpool dan blog milik Liverpudlian (This Is Anfield dan Empire The Kop) adalah sosok ujung tombak. Pilihannya antara lain Daniel Sturridge, Divock Origi, dan Roberto Firmino.
Sturridge dan Firmino bergantian menjadi starter, sedangkan Origi selalu turun sebagai pengganti. Kecenderungan Klopp memasang striker tunggal memaksa ketiganya bersaing memperebutkan jatah tersebut.
Menjelang laga kontra Tottenham, penentuan striker utama erat kaitannya dengan pilihan taktik Klopp. Andaikan dia merasa Liverpool harus memainkan gegenpressing, Firmino merupakan opsi terbaik.
Kendati begitu, Liverpudlian rupanya lebih suka melihat Sturridge di lini depan Liverpool. Terbukti dengan besarnya persentase dalam sebuah jajak pendapat di situs This Is Anfield.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.693 |
Komentar