Bulu tangkis Indonesia kembali meraih emas pada pesta olahraga empat tahunan Olimpiade 2016 yang digelar di Rio de Janeiro, 5-21 Agustus. Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir meraih emas setelah menundukkan Chan Peng Soon/Goh Liu Ying (Malaysia) pada final.
Penulis: Pipit Puspitarini
Pencapaian tersebut mengembalikan tradisi emas Indonesia di Olimpiade, yang sekaligus menjadi angin segar dalam perbaikan pembinaan bulu tangkis nasional.
Bagaimana reaksi tim bulu tangkis Indonesia? Apa langkah selanjutnya? Berikut wawancara Tabloid BOLA dengan manajer tim bulu tangkis Indonesia pada Rio 2016, Rexy Mainaky di Rio de Janeiro, Brasil, Sabtu (20/8).
Satu medali emas, apakah Anda puas dengan hasil ini?
Empat tahun lalu, pada Olimpiade London 2012, kita tidak mendapatkan satu medali pun. Selain itu, juga ada insiden pengaturan skor yang mencoreng muka bulu tangkis Indonesia. Sekarang, kita bisa mendapatkan satu medali. Tidak tanggung-tanggung, langsung medali emas.
Hasil ini harus dihargai dan kita harus puas. Kita mengembalikan tradisi emas bulu tangkis di Olimpiade. Semoga tidak menjadi kepuasan yang berlebihan, tetapi kepuasan yang memotivasi dan bersifat positif.
Bagaimana dengan kegagalan meraih medali dari nomor lain?
Target kami sebenarnya dua medali emas. Namun, dua nomor yang kami harapkan bisa menyumbang medali justru tampil di luar performa terbaik mereka. Tetapi, inilah Olimpiade. Dari pengalaman saya menjadi pemain dan pelatih, Olimpiade ini adalah yang paling banyak diwarnai kejutan.
Sistem pool dan undian yang diberlakukan pada Olimpiade kali ini memang berbeda. Ada bagusnya juga karena hal itu membuat pemain-pemain dari negara kecil bulu tangkis tidak langsung tersingkir.
Fenomena apa lagi yang Anda lihat?
Bulu tangkis semakin terkenal. Laga semifinal tunggal putra antara Lee Chong Wei (Malaysia) dan Lin Dan (China) tidak hanya ditonton para pendukung dari negara kedua pemain tersebut.
Semoga IOC bisa melihat bahwa bulu tangkis semakin merata. Waktu laga final, banyak juga penontonnya. Negara-negara yang tadinya tidak tertarik akhirnya mulai melihat bulu tangkis.
Spanyol sekarang punya Carolina Marin. Dia punya strategi bagus. Dia tidak bisa belajar banyak di Spanyol, karena itu berlatih di Denmark, Thailand, China, dan Indonesia. Pelatihnya bisa mengambil banyak ilmu dari situ.
Setelah hasil ini, bagaimana dengan prospek Indonesia pada Olimpiade Tokyo 2020?
Empat tahun lagi, kita bisa saja meraih lebih dari satu medali. Saya tidak bicara soal medali emas, yang penting medali saja dulu.
Jika Della Destiara Haris/Rosyita Eka Putri Sari (ganda putri), Gregoria dan Fitriani (tunggal putri), serta tiga jagoan tunggal putra (Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa, Anthony Ginting), serta Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo (ganda putra) tidak mengalami masalah, saya yakin kita bisa meraih lebih dari satu medali.
Bagaimana dengan para pemain senior?
Kami serahkan keputusan kepada pemain. Saya melihat bahwa pemain-pemain senior masih memiliki kemampuan. Mungkin saja pelatih punya program buat mereka, misalnya memasangkan pemain senior dengan yang lebih muda.
Lalu, bagaimana dengan rencana Debby Susanto yang akan pensiun?
Ya, sangat disayangkan. Dua tahun lagi dia masih akan bagus. Bahkan, kalau mau bertahan empat tahun lagi, dia masih bisa berprestasi di Olimpiade.
Praveen Jordan sekarang berusia 23 tahun, Debby 27 tahun. Liliyana saja berusia 31 tahun dan masih bisa meraih emas. Empat tahun lagi, Jordan sedang matang-matangnya. Jangan sampai dia akan mendapatkan pasangan yang masih mentah.
Mudah-mudahan Debby bisa menimbang ulang keputusannya. Kami tidak memaksa. Tetapi, kalau melihat kondisinya, dia masih punya peluang meraih medali pada Tokyo 2020.
Debby punya kedisiplinan yang tinggi. Dia juga bisa menjaga kondisi fisiknya dengan baik. Dia tidak pernah mengalami cedera. Debby dan Liliyana hampir tidak pernah mengalami cedera. Makanya, sudah seumur ini Liliyana masih bisa mendapatkan emas. Hal itu karena kedisiplinan.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar