Tiba-tiba saya teringat pada awal Juni 1997. Sayang, dokumen asli itu tersimpan di kediaman orangtua saya. Dokumen yang saya maksud adalah nilai EBTANAS kelulusan SMA, di mana saya memperoleh nilai 10 untuk mata pelajaran Tata Negara. Maklumlah saya memilih jurusan IPS kala duduk di bangku SMA.
Saya masih ingat, guru saya yang bernama Tulus memberi selamat bagi saya untuk kesempurnaan memperoleh angka tertinggi di mata pelajaran itu. Tetapi, yang saya ingat juga adalah bahasannya mengenai kewarganegaraan.
Sebuah polemik yang sedang hangat dibicarakan sepanjang minggu di negeri tercinta ini.
Tak lain dan tak bukan soal dwi kewarganegaraan salah satu pejabat publik, yakni Pak Archandra Tahar, yang diberhentikan dari posisi sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Padahal, dia baru di pos tersebut selama 20 hari sebagai sebuah keputusan dari reshuffle kabinet Presiden Joko Widodo.
Mantan menteri tersebut disinyalir memiliki dwi kewarganegaraan yakni Indonesia dan Amerika Serikat.
Belum tuntas pembicaraan hangat terhadap kejadian itu, dua hari jelang 17 Agustus 2016, peristiwa mirip-mirip terjadi pula pada seorang siswi pelajar dari sebuah SMA di Depok bernama Gloria Natapradja Hamel.
Ia terbukti memiliki status sebagai warga negara Perancis dikarenakan ayahnya yang keturunan negara eropa tersebut.
Sebagai konsekuensi, Gloria tak bisa dilantik seperti 67 pelajar terbaik lainnya dari penjuru Tanah Air sebagai anggota Paskibraka yang mengibarkan bendera Merah-Putih di Istana Negara pada peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI pagi ini.
Padahal, ia sudah menulis surat kepada Presiden Jokowi bahwa ia mencintai dan memilih Indonesia sebagai kewarganegaraannya.
Hari ini 17 Agustus 2016, bangsaku memperingati Hari Kemerdekaan yang ke-71. Sebagai motto, Presiden RI ke-7 memilih 2 kata sebagai benang merah peringatan tahun ini.
KERJA NYATA !!
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | juara |
Komentar