Berbekal empat gelar Piala Dunia plus tiga titel Euro, Jerman menyandang label sebagai raksasa sepak bola. Namun, bicara Olimpiade, Tim Panser terbilang tak punya peruntungan bagus.
Usai ambil bagian pada edisi 1988, skuat sepak bola Jerman tak pernah lolos ke Olimpiade. Mereka baru berpartisipasi lagi tahun ini. Artinya, lebih dari seperempat abad Jerman absen menjadi kontestan! Catatan minor tersebut menunjukkan era di mana Jerman pernah begitu abai kepada pembinaan pemain muda.
Mulai 1992, FIFA mengatur bahwa pesepak bola yang berlaga di Olimpiade harus berusia maksimal 23 tahun atau lebih muda. Tapi, satu negara diperbolehkan memakai paling banyak tiga pemain senior di atas 23 tahun.
Euro U-21, ajang dwitahunan yang mulai bergulir sejak 1978, lantas dijadikan ajang kualifikasi guna menentukan wakil Eropa ke Olimpiade. Semifinalis Euro U-21 berhak mendapatkan tiket partisipasi ke Olimpiade. Sejak 1978, terdapat 21 penyelenggaraan Euro U-21.
Namun, Tim Panser hanya sanggup tiga kali tampil sebagai semifinalis. Sebanyak dua dari tiga keberhasilan Jerman menembus semifinal Euro U-21 terjadi pada era 2000-an, tepatnya 2009 dan 2015.
Pada 2009, talenta potensial macam Manuel Neuer, Sami Khedira, dan Mesut Oezil bahkan mengantar Tim Panser menjadi kampiun Euro U-21 di Swedia. Usai skuat senior Jerman gagal total di Euro 2004, DFB (Asosiasi Sepak Bola Jerman) memang mulai serius dalam menata pembinaan pesepak bola muda.
Bidik Medali
Hasilnya tokcer. Pemuda-pemuda berbakat bermunculan. Tulang punggung tim juara Euro U-21 2009 lantas menjadi andalan skuat senior Jerman yang menyabet titel Piala Dunia 2014 di Brasil.
Jerman kini memiliki skuat senior dan junior yang sama-sama kuat.
"Target kami adalah mendapatkan medali. Saya berharap ketika pulang pada 21 Agustus nanti, para pemain memakai medali di leher mereka," kata pelatih Jerman di Olimpiade 2016 dan mentor Oezil cs. di Euro U-21 2009, Horst Hrubesch, kepada Kicker.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar