Figur Sosial
Sadar akan status juara di lapangan tenis membuat anak dari pasangan Richard Williams dan Oracene Price ini juga peduli pada masalah-masalah sosial. Saat bertanding di Wimbledon lalu, Serena mengaku tak bisa lepas dari kerusuhan ras yang terjadi di Minnesota, Amerika Serikat, setelah polisi menembak hingga tewas pemuda berkulit hitam, Philando Castile.
“Selama di London saya terus memantau kasus itu,” ujarnya. “Ia pemuda berkulit hitam dan ditembak hingga empat kali. Apa yang akan diselesaikan dengan kejadian itu? Tidak akan ada!” protesnya tegas.
Serena sangat peduli atas masalah ras, gender, dan kesetaraan. Bahkan, kala Amerika Serikat dilanda kasus penembakan massal, melalui Instagram Serena menyuarakan isi hatinya.
“Kita semua manusia yang sama. Kekerasan tanpa rasa kasihan ini sangat tidak perlu. Banyak hal yang harus kita mulai dari awal,” ujarnya.
Selain bersuara, ia juga melakukan aksi. Melalui yayasan Serena Williams Fund, yang bekerja sama dengan Helping Hands Jamaica, ia membangun Salt Marsh Primary School di Jamaika demi menampung anak-anak perempuan Afrika yang masih terpinggirkan dalam pendidikan.
Bicara soal gender, Serena juga berbicara lantang. Pada 2014, saat Presiden Federasi Tenis Rusia, Shamil Tarpischev, mengomentari Serena dan Venus sebagai “The Williams Brothers”, atau ucapan yang melecehkan dari Raymond Moore, CEO of Indian Wells, yang merendahkan kapasitas petenis putri, serta-merta Serena langsung menyatakan kata-kata Tarpischev dan Moore tak ubahnya sebuah pernyataan rasis.
Yang jelas, Serena memang bukan satu-satunya atlet yang kerap berkomentar atas masalah-masalah sosial. Tapi, di balik kemenangan dan kekalahan, Serena menyimpan banyak hal. Gelar-gelar yang sudah diperoleh menjadi inspirasi bagi anakanak serta penggemarnya dan pembuktian dirinya adalah juara di dalam serta luar arena.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar