Atlet yang berlaga di Olimpiade akan memanggul harapan dan ekspektasi dari negara, media, dan publik. Namun, semua faktor itu tidak akan ada artinya tanpa ada keinginan dari diri sendiri untuk bermain semaksimal mungkin.
Mantan pasangan ganda putra Indonesia, Ricky Subagdja/Rexy Mainaky, pernah berada dalam posisi demikian ketika hendak bertanding di Olimpiade 1996 Atlanta.
Mereka melaju ke final dan meraih medali emas setelah menang atas Cheah Soon Kit/Yap Kim Hock (Malaysia).
Ricky dan Rexy membagikan pengalaman mereka berhadapan dengan tekanan dan ekspektasi publik dalam Forum Diskusi Tabloid BOLA "Potensi Emas Bulu Tangkis di Olimpiade Rio 1996" di kantor BOLA, Jakarta, Kamis (23/6/2016).
Ricky menceritakan bahwa ketika itu dia dan Rexy sempat merasa cemas akan gagal di Olimpiade 1996.
"Di Olimpiade 1992 Barcelona, kami kandas di perempat final. Empat tahun kemudian, kami menjadi ganda putra utama dan menang di semua turnamen sebelum Olimpiade. Saya dan Rexy sempat takut, bagaimana kalau setelah itu kami justru gagal lagi di Olimpiade?" tutur Ricky tentang pengalamannya.
Selain perasaan cemas, Ricky/Rexy juga pergi ke Atlanta diiringi harapan mereka bisa mengulang prestasi Alan Budikusuma dan Susi Susanti yang meraih emas di Olimpiade 1992.
Baca Juga:
- Cristiano Ronaldo Jadi Pesepak Bola 'Tergalak' Sepanjang Masa Piala Eropa
- Maju Dua Meter, Kiper Kroasia Dicerca Usai Tepis Penalti Ramos
- Gagal Eksekusi Penalti, Sergio Ramos Diberi Libur
Akan tetapi, menurut Ricky, semua hal itu hanya motivasi tambahan.
"Sejak 1992, masyarakat berharap ada tradisi emas di Olimpiade. Itu saja sudah berat. Namun, kalau dari dalam diri sendiri kita sudah yakin untuk berbuat terbaik dan bukan karena tekanan dari berbagai pihak, penampilan terbaik kita akan keluar," kata Ricky yang sekarang menjabat sebagai Kepala Sub-bidang Pelatnas tersebut.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | juara |
Komentar