Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

5 Alasan Timnas Italia Pilih Giampiero Ventura sebagai Pelatih

By Beri Bagja - Rabu, 8 Juni 2016 | 16:45 WIB
Giampiero Ventura saat memimpin Torino dalam laga Serie A kontra Udinese di Dacia Arena, Udine, 30 April 2016.
DINO PANATO/GETTY IMAGES
Giampiero Ventura saat memimpin Torino dalam laga Serie A kontra Udinese di Dacia Arena, Udine, 30 April 2016.

Banyaknya kerutan di dahi Giampiero Ventura menunjukkan dirinya sudah berusia uzur. Dalam usia 68 tahun, pria kelahiran Genoa itu ditunjuk sebagai pelatih tim nasional Italia.

Ventura akan duduk di kursi pelatih Italia sepeninggal Antonio Conte usai Piala Eropa 2016. Kemunculan sang commissario tecnico (CT) alias pelatih kepala anyar menimbulkan kontroversi, bahkan jauh sebelum peresmian pengangkatannya.

Keputusan Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) dipertanyakan. Mengapa mereka memilih pelatih uzur seperti Ventura?

Baca Juga:

Bukankah Italia masih punya segunduk pelatih muda nan segar seperti Vincenzo Montella (Sampdoria; 41 tahun), Eusebio Di Francesco (Sassuolo; 46), atau Luigi Di Biagio (Italia U-21; 45)?

Jangan lupakan pula nama-nama pelatih lokal yang sudah mapan semodel Roberto Mancini (Inter Milan; 51) atau Roberto Donadoni (Bologna; 52).

Keraguan terhadap sosok Ventura juga muncul mengingat dirinya tak punya pengalaman melatih tim besar Serie A dan tanpa trofi bergengsi selama karier kepelatihan sejak 1976.

Sang CT bahkan baru merampungkan Serie A 2015-2016 dengan hanya membawa Torino finis di posisi ke-12.

Lantas, apa keunggulan Ventura? Presiden FIGC, Carlo Tavecchio, punya jawaban spesifik.

"Ventura adalah maestro sepak bola. Hal itu termasuk kriteria kenapa saya memilih dia," ujarnya seperti dikutip dari Toro News.

Terdengar berlebihan? Mungkin saja. Di balik semua keraguan itu, Tavecchio pasti memiliki alasan kenapa Ventura yang menduduki posisi paling bergengsi di dunia kepelatihan sepak bola Italia.

Berikut 5 alasan penunjukan Giampiero Ventura sebagai nakhoda Italia selama ikatan kerja dua tahun ke depan.

1. Pakar sepak bola akar rumput


Alessio Cerci (kiri) dan Ciro Immobile merayakan gol yang dicetak Immobile untuk Torino ke gawang Chievo dalam laga Serie A, 22 Desember 2013.(VALERIO PENNICINO/GETTY IMAGES)

Pengangkatan Ventura oleh Italia bisa disamakan dengan momen ketika Inggris menunjuk Roy Hodgson sebagai manajer pada 2012.

Kedua peramu taktik senior itu sama-sama berusia 68 tahun dengan Hodgson lebih tua empat bulan dari Ventura.

Mereka juga punya kesamaan merintis karier kepelatihan sejak 1976 dari level terbawah, sempat menjadi asisten, dan akrab dengan klub-klub minor.

Bedanya, Hodgson mengembara ke berbagai negara dan sempat menukangi klub top seperti Inter Milan (1999) dan Liverpool (2010-2011), walau tidak sukses.

Selama 40 tahun, Ventura berkutat dengan klub-klub Italia di berbagai level kompetisi, dari tim junior, asisten, pelatih kepala tim amatir, sampai kini di kursi arsitek timnas.

Pengalaman kaya itu menempa Ventura sebagai pakar sepak bola akar rumput. Soal mekanisme penempaan pemain dari level terbawah, termasuk memoles para pemain muda menjadi bintang, Ventura adalah jagonya.

35 - Jumlah gol gabungan Alessio Cerci dan Ciro Immobile untuk Torino asuhan Giampiero Ventura pada Serie A 2013-2014. Cerci menyumbang 13 gol, Immobile 22 gol.

"Dia membawa banyak pemain yang menembus tim nasional," kata Tavecchio.

Pujian itu tak berlebihan karena banyak pemain berkualitas biasa-biasa saja menjadi cemerlang saat dipoles Ventura.

Beberapa contoh dari mereka adalah Leonardo Bonucci, Andrea Ranocchia, Alessio Cerci, Ciro Immobile, Matteo Darmian, Angelo Ogbonna, Kamil Glik, sampai generasi terbaru semodel Davide Zappacosta, Daniele Baselli, dan Marco Benassi.

Khusus untuk Cerci, Ventura pertama kali memolesnya di Pisa pada Serie B 2007-2008. Reuni mereka di Torino pada 2012-2014 menelurkan catatan hebat.

Ventura membentuk Cerci-Immobile sebagai mesin tempur di lini depan Torino dengan koleksi gabungan 35 gol di Serie A 2013-2014. Sentuhan dalam memaksimalkan pemain muda lokal itu yang sepertinya ditemukan Italia pada diri Ventura.

Sebelumnya,  Tavecchio selalu mengeluhkan kurangnya eksploitasi pemain muda lokal di kompetisi Italia.

Hal itu diyakini menyebabkan hilangnya satu generasi yang menjembatani periode emas tim Gli Azzurri usai juara Piala Dunia 2006 dengan angkatan Lorenzo Insigne cs saat ini.

2. Spesialis semenjana dan keajaiban kecil


Pelatih timnas Italia, Antonio Conte (kiri), saat mengunjungi pelatih Torino, Giampiero Ventura, 12 September 2014.(DOK. TWITTER @azzurri)

Tiada yang spesial dalam daftar riwayat karier Ventura. Ia sempat menjadi gelandang di tim junior Sampdoria dan pensiun dini dalam usia 25 tahun akibat cedera akut.

Usai gantung sepatu, Ventura menimba ilmu akuntansi, lalu mengawali karier kepelatihan bersama tim junior Sampdoria pada 1976-1979.

Sempat ada ketertarikan dari tim raksasa, tapi ujung-ujungnya Ventura cuma berkutat bersama klub semenjana dengan prestasi terbaik mengantar Lecce juara Serie C1 1995-1996.

"Saya pernah didekati Fiorentina dan Juventus," kata Ventura kepada La Gazzetta dello Sport membeberkan kenangan pada era 1990-an.

Rekam jejak minor itulah yang membuat Ventura inferior di hadapan Mancini, Conte, apalagi Fabio Capello.

Namun, spesialisasi Ventura bersama klub semenjana justru menjadi daya tarik khusus di mata Tavecchio. Ia terbiasa meracik materi seadanya untuk membentuk skuat yang bisa menjegal tim-tim besar.

Ventura membawa Bari finis di 10 besar klasemen Serie A 2009-2010 serta Torino di peringkat ke-7 pada musim 2013-2014, hingga lolos ke Liga Europa musim berikutnya.

Torino diantarnya melaju ke fase gugur Liga Europa 2014-2015 dan mencatat rekor sebagai tim Italia pertama yang menang di kandang klub Spanyol, Athletic Bilbao (3-2).

Perjalanan Torino terhenti di babak 16 besar oleh Zenit St. Petersburg. Tavecchio barangkali terpikat melihat potensi Ventura menularkan keajaiban-keajaiban kecil itu untuk timnas Italia.

3. Guru bagi para pelatih


Pelatih Torino, Giampiero Ventura, dalam pertandingan Serie A menghadapi Udinese di Stadion Friulli, Udine, Italia, pada 30 April 2016.(DINO PANATO/GETTY IMAGES)

Italia punya Coverciano sebagai pusat produksi pelatih-pelatih top. Lantas, kenapa Tavecchio menunjuk Ventura dan tak memilih salah satu jebolan segar dari akademi kepelatihan tersebut?

"Ventura mengajari banyak pelatih mengenai pendekatan inovatif dalam taktik," kata sang Presiden FIGC.

Tavecchio menilai Ventura sendiri ialah sumber ilmu bagi para pelatih muda. Salah satu ciri khas racikan Ventura ialah warisan formasi 4-2-4 yang diterapkan di Pisa (2007-2009) dan Bari (2009-2010).

Skema tersebut membuat tim asuhannya memainkan sepak bola yang memikat. Pola agresif itu pula yang menjadi inspirasi Conte pada awal karier kepelatihannya.

"Ventura sudah tua? Dia adalah orang dengan energi yang hebat dan antusiasme seperti pria 40 tahun. Faktanya, dia anak berusia 40 tahun. Ventura akan membuat Italia lebih muda."

Urbano Cairo, Presiden Torino

Tavecchio sepertinya tergiur melihat Italia bermain menyerang dan menghibur dengan sistem ofensif tersebut.

"Saat saya memakai pola 4-2-4 di Pisa, banyak mata-mata di tribune stadion yang mengamati kami," ucap Ventura.

Berkat ramuan strategi yang ampuh, Ventura pun menyulap Bari sebagai salah satu tim yang gagal dikalahkan Inter dalam perjalanan Nerazzurri menjuarai Serie A 2009-2010.

Mereka dua kali bermain imbang. Ventura mendapatkan pujian langsung dari pelatih Inter kala itu, Jose Mourinho.

"Kalau saya masih di Inter tahun depan, saya akan memilih Anda sebagai pelatih terbaik," ucap Mourinho seperti diceritakan Ventura pada Gazzetta.

Bersama Torino, Ventura juga sukses memodifikasi taktik andalan menjadi 3-5-2, mirip pedoman unggulan Conte bersama Juventus. Kesamaan mekanisme tersebut bisa membuat transisi kepelatihan dari Conte ke Ventura tidak terlalu rumit.

4. Solusi rendah biaya

Alasan penting lain dalam penunjukan Ventura mencakup faktor ekonomi. Pemilihannya ialah solusi guna menekan pengeluaran bujet FIGC dalam menggaji pelatih timnas.

Ventura hanya dibayar 1,3 juta euro per tahun, tanpa bonus jika Italia lolos ke Piala Dunia 2018.

Jumlah itu jauh di bawah pendapatan Conte yang mencapai 4,1 juta euro per tahun.

5. Pengaruh Marcello Lippi


Marcello Lippi mengangkat trofi akbar Piala Dunia usai membawa timnas Italia mengalahkan Prancis dalam final di Olimpiastadion, Berlin, 9 Juli 2006.(SHAUN BOTTERILL/GETTY IMAGES)

Masuknya nama Ventura sebagai kandidat pengganti Conte sempat mendapat penolakan dari Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi, beberapa bulan lalu. Pelatih muda seperti Montella lebih disukai Renzi daripada Ventura.

Akan tetapi, Tavecchio punya nilai tawar berupa munculnya Marcello Lippi (68) sebagai staf pendukung Ventura dalam kabinet kepelatihannya.

Lippi sangat dihormati rakyat Italia berkat titel Piala Dunia 2006 yang dia persembahkan buat Gli Azzurri.

Eks bos Juventus itu disiapkan sebagai direktur teknik yang mengurusi bidang teknis timnas sampai pengembangan tim junior. Hal lebih penting ialah Lippi merupakan rekan satu generasi dengan Ventura.

Lippi menjabat kapten Sampdoria ketika Ventura sudah menjadi pelatih atletik di klub tersebut. Modal sinergi masa lalu itu menjadi faktor pendukung keberadaan mereka di belakang layar Gli Azzurri.

Hanya, duet sahabat itu terancam dipecah seturut adanya regulasi khusus yang diterapkan otoritas sepak bola Italia.

Jabatan Lippi bisa dicabut guna menghindari konflik kepentingan dengan putranya, Davide Lippi, seorang agen pemain.

Peraturan melarang adanya relasi antara staf pelatih dengan agen karena dikhawatirkan bakal memengaruhi keputusan dalam pemilihan pemain di tim.

Salah satu klien kondang yang diwakili Davide ialah bek andalan timnas dan Juventus, Giorgio Chiellini.

KARIER KEPELATIHAN GIAMPIERO VENTURA

  • 1976-1979: Tim junior Sampdoria
  • 1979-1981: Sampdoria (asisten)
  • 1981-1982: Ruentes Rapallo
  • 1982-1986: Entella
  • 1986-1987: Spezia
  • 1987-1989: Centese
  • 1989-1992: Pistoiese
  • 1992-1993: Giarre
  • 1993-1995: Venezia
  • 1995-1997: Lecce
  • 1997-1999: Cagliari
  • 1999-2000: Sampdoria
  • 2001-2002: Udinese
  • 2002-2004: Cagliari
  • 2004-2005: Napoli
  • 2005-2006: Messina
  • 2006-2007: Verona
  • 2007-2009: Pisa
  • 2009-2011: Bari
  • 2011-2016: Torino
  • 2016-...: Italia

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P

Editor : Beri Bagja
Sumber : Berbagai sumber


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X