Di balik performa tim yang konsisten di partai kandang, Arema Cronus selalu dibayangi kerugian akibat ulah suporter.
Penulis: Ovan Setiawan/Kukuh Wahyudi
Tak tanggung-tanggung, manajemen tim berjulukan Singo Edan itu sudah merogoh kantong sebesar Rp 25 juta untuk membayar denda akibat munculnya cerawat dan bom asap (smoke bomb) di dua laga kandang.
Pelanggaran pertama terjadi di pertandingan perdana Torabika Soccer Championship (TSC) melawan Persiba Balikpapan (25/6/2016). Akibat cerawat yang menyala di menit-menit akhir, klub jebolan Galatama itu mendapatkan denda sebesar 10 juta rupiah.
Pada laga kandang kedua melawan Bhayangkara Surabaya United (BSU) kejadian serupa terulang. Kali ini yang menyala adalah bom asap dan berbuntut sanksi yang lebih berat, yakni 15 juta rupiah.
Ketua Panpel Arema Cronus, Abdul Haris, mengakui bahwa pihaknya sudah melakukan antisipasi dengan mengadakan razia di pintu-pintu masuk Stadion Kanjuruhan. Tapi, pelaku cukup cerdik dengan menyembunyikan cerawat atau bom asap di organ vital hingga sulit dijangkau oleh petugas.
Atas dasar tersebut, Haris memiliki kesimpulan bahwa memang ada oknum yang berniat merugikan Arema.
“Kami menemukan unsur kesengajaan sebab sosialisasi mengenai larangan flare dan sejenisnya sudah dilakukan. Kalau murni Aremania, tentu mereka tidak akan merugikan klubnya sendiri,” ucap Haris.
“Terlepas dari adanya unsur kesengajaan atau tidak, hal tersebut sangat kami sayangkan. Mungkin itu merupakan bentuk dukungan, tapi kalau kemudian berujung pada denda yang merugikan klub, itu bukan lagi suatu dukungan,” kata Sukarno, salah satu pentolan Aremania.
Pemungutan Suara
Dalam mengambil tindakan terkait munculnya cerawat dan sejenisnya, jajaran manajemen Arema tidak serta-merta mengambil keputusan sendiri. Mereka memutuskan untuk meminta pendapat dari kalangan Aremania.
Selain berkoordinasi langsung, manajemen Arema juga mengadakan pemungutan suara lewat aplikasi Arema Apps. Dari 2.734 peserta polling, 59 persen menginginkan pelaku ditindak dan bertanggung jawab atas sanksi yang dijatuhkan Komdis pada klub.
“Suara mayoritas menginginkan oknum ditangkap agar bisa bertanggung jawab secara individu. Hal ini menjadi pertimbangan manajemen untuk mengambil tindakan,” kata media officer Arema, Sudarmaji.
Selebihnya ada 34 persen yang menginginkan cerawat dicegah dan dirazia dengan ketat di pintu-pintu masuk stadion. Sisanya, yaitu tujuh persen, menginginkan siap menerima hukuman tanpa penonton dengan maksud memberi jera.
Menanggapi opsi ketiga yang berbunyi siap menjalani hukuman tanpa penonton, Sudarmaji mengatakan bahwa hal tersebut jangan sampai terjadi. Pasalnya, klub akan mendapat kerugian yang cukup besar lantaran tak ada pemasukan dari tiket penonton.
“Kalau sampai terjadi hukuman tanpa penonton, maka itu sangat kami sesalkan karena kerugiannya bukan hanya berdampak pada materi yang cukup besar, tetapi secara psikologis pemain,” tuturnya.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | BOLA Sabtu No. 030 |
Komentar