Insiden rusuh suporter kembali menelan korban. Selama dua tahun terakhir di Yogyakarta-Solo, sepak bola nasional diselimuti mendung hitam. Suporter tewas sia-sia.
Pada 2014, suporter PSCS Cilacap, Muhammad Ikhwanudin (19), meninggal setelah bus yang ditumpanginya diserang sekelompok suporter di Yogyakarta. Padahal saat itu, Ikhwanudin mendukung PSCS yang bertanding melawan Persis Solo di kompetisi Divisi Utama.
PSCS bukan sedang bertanding melawan salah satu tim DI Yogyakarta. Namun, Ikhwanudin akhirnya meninggal sia-sia.
Hanya berselang dua tahun atau tepatnya Minggu (22/5/2016), giliran suporter PSS Sleman yang tewas. Ya, Stanislaus Gandhang Deswara, meninggal menyusul adanya bentrok suporter di jalur Sleman menuju Kota Yogyakarta.
”Peristiwa dua tahun lalu masih meninggalkan duka bagi PSCS. Ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Kami sangat berharap tak ada lagi suporter yang tewas.”
Sekretaris PSCS, Wasis.
Ironisnya lagi, PSS sesungguhnya tidak sedang bertanding melawan PSIM Yogyakarta. Suporter PSIM, Brajamusti, justru baru pulang dari Semarang usai mendukung tim kesayangan melawan PSIS di Indonesia Soccer Championship (ISC) B.
Imbauan agar kasus Ikhwanudin dan Gandhang tak terulang terus mencuat. Apalagi, PSCS kembali datang ke Solo untuk melakoni laga tandang melawan Persis dalam lanjutan ISC B.
Laga itu digelar di Stadion Manahan, Solo, Minggu (29/5/2016).
”Peristiwa dua tahun lalu masih meninggalkan duka bagi PSCS. Ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Kami sangat berharap tak ada lagi suporter yang tewas,” ujar Wasis, sekretaris PSCS.
Baca juga:
- Penampilan Konsisten, Bek Indonesia Ingin Dinaturalisasi Myanmar
- Duo Wakil Asia Tenggara Melaju ke Perempat Final Piala AFC 2016
- Jadwal dan Siaran Televisi Pekan Kelima TSC 2016
Menurut Wasis, pihaknya tak bisa melarang bila suporter tetap datang ke Solo untuk memberi dukungan pada PSCS. Apalagi Lanus, suporter PSCS, memiliki hubungan baik dengan Pasoepati, pendukung Persis.
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | juara |
Komentar