Sebuah bangunan tua berdiri tepat di perempatan Monumen Pers Nasional dan berseberangan dengan rumah dinas Wali Kota Surakarta. Bangunan tersebut adalah Balai Persis yang juga merupakan saksi sejarah klub perserikatan yang kini telah bermetamorfosa menjadi klub profesional, Persis Solo.
Penulis: Gonang Susatyo
Balai Persis berdiri di tanah seluas 1600 meter persegi dan terletak di Jalan Gajah Mada no. 73, Solo.
Balai tersebut sudah berdiri sejak era kolonialisme Belanda. Lalu mengapa disebut balai?
“Kita kerap menyebut balai kota yang merupakan pusat pemerintahan setempat. Begitu pula Balai Persis yang dianggap sebagai pusat Persis dan pusat sepak bola pada umumnya,” ungkap Heri Gogor Isranto, salah satu pengurus senior di Persis.
“Tapi masyarakat Solo hanya tahu Balai Persis sebagai sekretariat klub. Padahal, bangunan ini memiliki nilai sejarah yang tinggi. Meski sudah direnovasi, bangunan ini masih asli peninggalan Belanda. Di dalam bangunan ini juga terdapat deretan trofi dan foto-foto pertandingan Persis,” lanjutnya.
Tidak kurang ada 122 trofi yang dipajang di lemari kaca. Bahkan jumlahnya bisa lebih banyak karena ada kemungkinan sebagian trofi masa lalu lainnya tersimpan di tempat lain.
Obat Tjap Macan
Sebagian trofi tampak berupa seperti benda antik karena ada yang diraih sejak Indonesia belum merdeka semisal trofi yang bertuliskan Wissel Beker Obat Tjap Macan.
Lalu ada pula trofi Steden Wedstrid PSSI 1939 yang diraih saat Persis menjuarai perserikatan musim 1939.
Berbagai peninggalan lain juga menunjukkan perjalanan panjang klub yang berdiri sejak 1923 tersebut.
Pada era tersebut, Persis masih bersama Vorstenlandsche Voetbal Bond (VVB) atau semacam perserikatan sepak bola. Barulah pada tahun 1928, VVB berganti nama menjadi Persis Solo.
Bermodalkan sejarah yang panjang, tak heran bila Persis memiliki banyak trofi dan peninggalan antik lainnya.
Hanya sekarang ini, tak banyak para pelaku sepak bola atau generasi muda yang rutin menyambangi balai ini, kecuali mereka yang berkecimpung di sepak bola Solo.
“Yang lebih banyak datang justru mahasiswa. Mereka mencari sumber informasi tentang sejarah sepak bola untuk dibuat skripsi atau paper,” ujar Gogor.
Meski sarat nilai sejarah, Balai Persis hingga kini belum dijadikan sebagai cagar budaya.
Sebaliknya, patung tokoh sepak bola nasional Ir. Soeratin, yang terletak di depan balai, justru sudah lebih dulu ditetapkan sebagai cagar budaya.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.666 |
Komentar