Skuat Juventus seperti sebuah mesin yang tidak bisa rusak atau lumpuh permanen. Lihat apa yang terjadi pada dua musim terakhir Serie A.
Penulis : Riemantono Harsojo
Sebelum Serie A 2014-2015 dimulai, Juventus diragukan dapat mempertahankan gelar juara atau meraih scudetto keempat secara beruntun.
Pelatih baru Massimiliano Allegri diragukan dapat langsung sukses meneruskan kejayaan Antonio Conte. Selain kepergian Conte ke tim nasional Italia, ada alasan lain kenapa Juventus diragukan.
Rival utama musim sebelumnya, Roma, bertambah solid di bawah asuhan pelatih Rudi Garcia, yang memasuki musim kedua bersama I Giallorossi.
34 - Jumlah pekan yang dilakoni Juventus dengan status pemuncak klasemen secara beruntun sepanjang musim 2014-2015 di Serie A.
Faktanya, Juventus arahan Allegri tetap dominan. Mesin berjudul skuat I Bianconeri tetap bisa beroperasi baik.
Klub berjulukan Si Nyonya Tua tidak pernah kehilangan posisi di puncak klasemen sejak pekan ke-4 hingga 38.
Keraguan terhadap peluang juara Juventus muncul lagi menjelang musim 2015-2016 bergulir. Alasannya, tiga pemain terpenting meninggalkan tim.
Mereka adalah sutradara permainan Andrea Pirlo (ke New York City), gelandang Arturo Vidal (Bayern Muenchen), dan pencetak gol terbanyak Carlos Tevez (Boca Juniors).
Alasan lain, pelatih Allegri punya catatan gagal mengulang kejayaan pada musim setelah membawa tim juara. Dia membawa Milan meraih scudetto 2010-2011, tapi pada musim berikutnya hanya runner-up, kalah dari Juventus Conte.
Keraguan terhadap Juventus semakin besar ketika kompetisi sudah dimulai. Gianluigi Buffon dkk kalah pada dua laga pertama, 0-1 dari Udinese dan 1-2 dari Roma.
Kemenangan Roma itu seakan menguatkan keraguan terhadap kans juara Juventus. Musim inilah saat buat Roma untuk akhirnya juara.
[video]http://video.kompas.com/e/4860775748001_ackom_pballball[/video]
Keraguan bertahan hingga akhir Oktober atau 10 giornata awal. Dalam 10 pertandingan, pasukan Allegri hanya mampu menang tiga kali.
Sisanya, Juventus empat kali kalah dan tiga kali imbang. Mereka hanya berada di peringkat ke-12.
Seperti mesin yang komponennya baru diganti dengan produk dari merek berbeda dan harus distart ulang, mesin pada awalnya tidak dapat berjalan lancar.
Begitu semua sudah klop, mesin akan berjalan sempurna lagi. Itulah yang terjadi pada skuat Juventus.
Sejak pekan ke-11 hingga 25, Buffon cs selalu menang. Posisi Juventus di klasemen terus naik hingga akhirnya berada di puncak klasemen pada pekan ke-25.
Setelah ditahan Bologna pada pekan ke-26, Juventus terus berada di trek kemenangan dan memastikan meraih scudetto pada pekan ke-35.
"Ada banyak kesenangan untuk scudetto ini karena pada Oktober semua menyebut kami sudah mati, tapi Juve tidak pernah mati," ujar bek Leonardo Bonucci kepada Juventus TV.
Baca Juga:
- Claudio Ranieri, Pakar Psikologis Pemain
- Status Baru Rio Haryanto di Sirkuit Sochi
- Kenapa Daniel Sturridge Tak Diturunkan Juergen Klopp?
Tidak banyak tim yang mampu mengukir prestasi lima kali beruntun meraih scudetto. Tim Juventus dalam lima musim terakhir mampu melakukannya.
Buffon pun menyebut scudetto musim ini sebagai yang paling indah. Buffon cs mengikuti jejak Raimundo Orsi dkk yang membawa Juventus lima kali juara secara beruntun pada musim 1930-1931 hingga 1934-1935.
Torino dan Inter juga memiliki catatan lima kali juara beruntun, tapi ada catatan dalam pencapaian kedua klub. Kesuksesan Torino diselingi oleh berhentinya kompetisi karena Perang Dunia II.
Setelah kampiun pada 1942-1943, Il Toro menggenggam scudetto lagi dari 1945-1946 hingga 1948-1949.
Inter melakukan pada musim 2005-2006 sampai 20092010. Scudetto yang pertama diraih Inter setelah gelar Juventus yang awalnya menjadi juara dicabut karena skandal calciopoli.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | Tabloid BOLA No.2.664 |
Komentar