Suatu malam di tahun 1979, Papat Yunisal, yang tengah tergeletak di ranjang Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, karena penyakit kuning, tersentak saat kiper tim nasional, Yati Sumaryati, datang menjenguknya.
Penulis: Nurusyifa/Yakub Pryatama
Tulisan “Sepak Bola Wanita” di belakang jaket sang kiper membuat batin Papat tak kuasa menahan gejolak untuk merumput mengikuti jejak Yati, idolanya.
“Saya harus sembuh dan punya target menjadi salah satu pemain timnas sepak bola perempuan Indonesia seperti Mbak Yati,” ujar Papat menyemangati dirinya sendiri kala itu.
Satu bulan Papat berjuang melawan sakit hingga sembuh. Dua pekan kemudian, ia bersama empat kawannya mengunjungi rumah pelatih timnas 1979, Indra Thohir, untuk mendaftarkan diri mengikuti seleksi timnas.
Tapi, menjadi pemain timnas bukanlah sesuatu yang mudah digapai. Langkah selanjutnya, Papat harus bersaing dengan 30 peserta lain yang diseleksi Indra.
Ia menjalani berbagai pelatihan, ujian fisik dan pembekalan materi, dengan maksimal agar potensinya makin terlihat.
Hasilnya, usaha dan doa Papat, yang ketika itu berusia 16 tahun, berbuah manis.
Ia menjadi pemain termuda dari 18 perempuan yang terpilih membawa Garuda dan bendera merahputih di dadanya.
Kebahagiaannya berlipat sebab pemain asal Subang, Jawa Barat, ini akhirnya satu tim dengan Yati, sang idola.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.663 |
Komentar