Siapa pun pelatih yang bisa mengganggu dominasi Bayern Muenchen di Jerman, dia jelas bukan orang sembarangan. Dieter Hecking di Wolfsburg termasuk golongan langka ini. Kesuksesan terbaru timnya mengalahkan Real Madrid pada leg I perempat final Liga Champions, Rabu (3/4/2016), menjadi bukti kemilau kualitas polesan Hecking tak hanya berskala domestik.
Hecking membawa Wolfsburg menjadi tim pertama yang mengalahkan Bayern musim lalu. Mata dunia terbuka lebar saat Die Woelfe (Serigala), sebutan Wolfsburg, menekuk Bayern 4-1 pada laga perdana mereka di putaran II Bundesliga 2014-2015.
Rekor bagus Hecking atas Bayern berlanjut pada kejayaan di Piala Super Jerman 2015. Gelar jatuh ke tangan Wolfsburg usai menang adu penalti atas sang rival.
Dalam duel liga lawan Bayern (22/9/2015), Tim Serigala racikan Hecking memang remuk dengan skor 1-5.
Meski demikian, hal itu tak mengubah citra Hecking di Jerman sebagai salah satu pelatih elegan dan jenius dalam memberdayakan skuat.
Siapa sebenarnya Hecking? Kenapa pula dia berpeluang membawa timnya melanjutkan pencapaian historis dengan menjejaki semifinal Liga Champions?
Publik VW Arena, kandang Wolfsburg, mungkin mengernyitkan dahi kala petinggi klub menunjuk Hecking sebagai pelatih anyar pada 22 Desember 2012.
Saat Hecking tiba, Wolfsburg terjerembap di peringkat buncit liga. Siapa pelatih kepala yang digantikannya saat itu?
Dialah Felix Magath, sosok yang membawa Die Woelfe juara Bundesliga 2008-2009!
Hecking diragukan karena sebelum ke Wolfsburg, ia cuma membesut tim semenjana, seperti Alemannia Aachen (2004-2006), Hannover (2006-2009), dan Nuernberg (2009-2012). Namun, didukung oleh strategi perekrutan yang bagus dari Direktur Klaus Allofs, peringkat klub terus menanjak.
Pada 2012-2013, Wolfsburg finis di posisi ke-12. Selanjutnya, peringkat mereka naik ke posisi 5 (2013-2014) dan 2 (2014-2015).
Hecking pernah meniti karier sebagai gelandang di beberapa klub Jerman. Borussia Moenchengladbach ialah yang paling kondang (1983-1985). Sosok kelahiran 12 September 1964 itu juga pernah memperkuat Hannover (1996-1999).
Di luar dunia sepak bola, Hecking adalah seorang mantan polisi. Mungkin karena latar belakang itulah Hecking membuat klub yang merekrutnya merasa nyaman hingga menelurkan prestasi.
Saat membesut Aachen, dia mengantar klub itu promosi ke Bundesliga 2006-2007. Hannover dibawanya beredar di papan tengah-atas dalam persaingan ke zona Piala UEFA.
Hecking juga mengatrol Nuernberg ke peringkat 6 di tabel final 2010-2011.
Di klub-klub tersebut, Hecking terbiasa memoles para pemain muda. Saat berlabuh di Wolfsburg, tugasnya dobel.
Ia menempa talenta-talenta segar sekaligus tukang reparasi performa pemain yang dianggap flop alias gagal.
Bas Dost, Kevin De Bruyne, Nicklas Bendtner, atau Ricardo Rodriguez termasuk segelintir di antaranya.
"Pekerjaan ini sebuah tantangan. Saya ingin mencari tahu apakah saya dapat menangani pemain-pemain seperti mereka," ujar Hecking ketika itu.
Racikan yang menawan tentu didukung aliran dana masif dari sponsor tim, Volkswagen. Dalam tiga musim terakhir, Allofs dan Hecking menghabiskan dana 150 juta euro lebih guna membangun tim kompetitif. Efeknya terlihat.
Dari klub yang dianggap lemah dan membosankan, Wolfsburg menjelma menjadi salah satu tim papan atas di Jerman.
"Saya pikir Bayern jelas menyadari keberadaan kami. Tujuan klub adalah membuat Bayern tetap merasakan napas kami di leher mereka selama mungkin," ucap Hecking musim lalu.
Status runner-up dengan selisih 10 poin di bawah Bayern pada akhir musim 2014-2015 terbilang elok mengingat perjuangan keras manajemen membangun dinasti baru bersama Hecking.
Sang mantan sersan itu pun diganjar predikat Pelatih Terbaik Jerman 2015. Sosok Allofs juga ikut bertanggung jawab atas lesatan Wolfsburg.
Di bawah pengawasannya sebagai direktur olah raga klub, kinerja tim terbantu oleh strategi transfer tepat guna.
Allofs membantu pembentukan fondasi kuat tim bermental juara milik Wolfsburg.
Raja gol Bundesliga 1978-1979 dan 1984-1985 itu bergabung setelah meninggalkan Werder Bremen pada November 2012. Simak kiprahnya meracik resep di menu daftar transfer klub.
Dua pemain yang sebelumnya dicap gagal, Dost dan De Bruyne, menjelma menjadi bintang dalam manajemen Allofs.
Kombinasi Allofs dan Hecking juga terbukti ampuh meroketkan nilai pasar pemain. Publik menyayangkan penjualan De Bruyne (ke Manchester City) dan Ivan Perisic (Inter Milan) senilai gabungan 90 juta euro musim panas lalu.
Namun, dilihat dari aspek finansial, strategi ini ialah sebuah kemenangan besar. Uang hasil penjualan kedua pemain itu digunakan buat merekrut bintang anyar sekelas Julian Draxler (36 juta euro), Max Kruse (12), hingga Dante (4,5).
Buktinya bisa dilihat lewat kontribusi besar mereka bagi tim walau performa klub di kancah domestik mesti dikorbankan.
Keterpaduan aspek racikan pelatih, transfer, dan kinerja pemain elegan membuat Wolfsburg boleh bermimpi meraih prestasi lebih jauh di level Eropa.
"Saya melihat wajah kalian (para jurnalis) dan tak ada yang percaya ketika saya bilang tim ini akan mengalahkan Real Madrid. Namun, Anda lihat sekarang, tak ada hal mustahil di sepak bola," ujar Hecking usai timnya membenamkan El Real dua gol tanpa balas.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar