Kekuatan Yamaha masih terdepan di seri pembukaan. Honda siap melahap kelengahan pesaing beratnya itu, tapi mungkin harus memberikan jalan buat kubu lain. Setelah GP Argentina, Yamaha sangat mungkin semakin memperhitungkan Ducati sebagai lawan terberat.
Penulis: Christian Gunawan
Kalau saja Andrea Iannone tak terjatuh, Ducati berkesempatan meraih dua dari tiga podium di GP Qatar dua pekan lalu. Tak kurang, posisi kedua yang diraih Andrea Dovizioso melambungkan keyakinan pabrikan asal Italia itu.
Bagi Ducati, dalam rangka pencarian ketangguhan kembali, tak ada suara sepositif yang diperdengarkan mantan jawaranya, Casey Stoner.
Pria yang difungsikan Ducati sebagai pebalap tes sekaligus duta mereka itu bahkan mengaku cemburu dengan kondisi Desmosedici edisi teranyar.
“Hanya raungan di mana-mana,” ujar Stoner dengan seringai penuh arti, mencoba mengisyaratkan kecepatan Ducati pada awal tahun dalam tes di Sepang.
Kecepatan tertinggi belum tercatat saat tes. Baru di Qatar terlihat lumayan jelas: Ducati memiliki keunggulan dalam dapur pacunya.
Ditambah tim-tim satelitnya, Ducati menempatkan enam pebalapnya dalam tujuh tercepat di sirkuit Losail.
Yang paling menonjol adalah rekor baru MotoGP, 351,2 km/jam yang dibuat Iannone saat pemanasan. Tak lama setelah start lomba, Iannone dan Dovizioso menyalip Jorge Lorenzo.
“Motor yang sangat cepat! Fantastis! Kami memiliki mesin cepat, sangat mudah dikendarai dengan torsi mengesankan. Sebuah paket lengkap, yang tak saya rasakan terakhir kali bersama Ducati,” kata Stoner seperti dikutip Crash. net.
Layaklah Ducati merasa gembira plus optimistis. Mereka mencatat peningkatan 5 km/jam dibandingkan performa di Qatar tahun lalu setelah diramal akan tertahan sebab kehilangan kelonggaran teknis.
Sebelumnya, Ducati diperkenankan melakukan pergantian mesin sebagai kompensasi penghentian pengembangan mesin dan kelonggaran dua liter bahan bakar lebih banyak dibandingkan dengan Yamaha dan Honda.
Tahun ini, semua tim bertarung dalam aturan yang sama.
“Ducati jelas telah melakukan pekerjaan fantastis. Semua pihak mesti menaruh hormat kepada mereka untuk kemampuan mempersempit jarak alih-alih berpikir ‘tidak adil karena mereka mempunyai mesin yang cepat’,” ucap juara dunia 2007 (bersama Ducati) dan 2011 (bersama Honda) itu.
Adaptasi Ban
Tugas Stoner sebagai pebalap tes (atau belakangan kerap disebut “teknisi tercepat”) akan terasa penting. Ducati tak pernah menjuarai sebiji GP pun setelah kemenangan Stoner di kandangnya, Phillip Islands, pada 2010.
Berbekal jam terbangnya dulu, Stoner juga menilai ban masih akan menjadi variabel cukup menentukan. Di Losail, Stoner melihat semua pebalap masih beradaptasi dengan Michelin.
Kritik terhadap ban baru dianggap Stoner sebagai berlebihan.
Seperti masukannya untuk Ducati, pria berusia 30 tahun itu menilai kelemahan di satu sisi tak semestinya menutupi kelebihan sisi lain.
Masukan tersebut sepertinya juga telah diserap para pebalap Ducati.
Proses penyesuaian yang masih berjalan menjadi keuntungan bagi semua pihak, termasuk Ducati.
“Saya senang melihat pebalap lain, termasuk Lorenzo, mengalami kesulitan. Okelah Lorenzo menang, tapi ia tak meraihnya secara mudah. Begitu pula Marc. Saat membalap saya di lap ke-19, ia terlihat cepat, tapi terlihat tak menggenggam semua hal positif sehingga saya bisa mengunggulinya,” ucap Dovizioso, sang runner-up di Losail.
“Masih terlalu dini untuk dicerna. Segalanya dapat berubah di setiap trek. Austin dan Argentina sangat berbeda. Jadi, kami masih menunggu untuk bisa lebih memahami potensi. Namun, saya pikir Desmosedici baru kami sangat cepat,” lanjut Dovi.
Dovizioso akan kembali diandalkan Ducati di GP Argentina. Balapan kedua ini akan digelar di sirkuit Autodromo Termas de Rio Hondo, Santiago del Estero, Argentina pada Minggu (3/4/2016).
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.660 |
Komentar