"Saya dibayar setiap bulan, tapi gaji yang saya terima adalah gaji dari empat bulan lalu. Sejak saya tiba di Qatar situasinya sudah seperti itu. Kalau saya pergi, saya takut sisa gaji saya tidak dibayar," kata Rajesh, salah satu pekerja.
Paspor para pekerja migran ini juga sempat ditahan pihak kontraktor mereka, sehingga mereka sulit untuk keluar dari Qatar.
Ketika paspor mereka dikembalikan pun, mereka terpaksa harus bekerja karena takut gaji mereka tidak dilunasi.
Shetty pun meminta FIFA, serta para sponsor Piala Dunia, seperti Adidas, Coca Cola, dan McDonald untuk lebih tegas bersikap menghadap isu ini.
"Qatar telah menarik minat klub-klub sepak bola besar dunia karena ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia. Tetapi, dunia sepak bola tidak boleh abai dengan perlakuan buruk terhadap orang-orang yang membangun stadion tempat pertandingan Piala Dunia akan dilaksanakan," kata Shetty.
"Jangan sampai citra klub besar seperti FC Bayern Muenchen atau sponsor juga ikut tercemar," ujarnya lagi.
Beberapa klub, seperti Bayern Muenchen, Everton, dan Paris Saint-Germain memang berencana mengadakan pelatihan di Qatar pada musim dingin 2016 di kompleks latihan Aspire Zone.
Sementara itu, Hassan Al-Thawadi, Sekretaris Jenderal Komite Qatar 2022 untuk penyelenggaraan Piala Dunia 2022 membantah pernyataan Amnesty International tersebut.
"Kami sudah mengambil beberapa solusi untuk menjawab isu seputar pekerja migran. Kami sudah berkomitmen untuk menjawab permasalahan ini secara terbuka dan transparan," kata Thawadi.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | BBC Sport, CNN, amnesty.org |
Komentar