Jumat (21/11/1980), giliran Galatama Selection yang dihadapi oleh Diplomats. Pelatih Diplomats, Gordon Bradley, berharap mendapatkan perlawanan lebih ketat dibandingkan pada laga versus PSSI Utama.
Akan tetapi, Iswadi Idris dkk gagal mempersembahkan kemenangan bagi 40.000 penonton di Stadion Utama Senayan. Galatama Selection kalah 0-3 dan salah satu gol tim tamu dicetak melalui penalti sang kapten.
"Diplomats bermain lebih baik daripada kemarin (lawan PSSI Utama)," ujar Sinyo Aliandoe, pelatih Galatama Selection.
Magnet Cruyff yang saat itu sudah berusia 33 tahun tampaknya masih besar bagi publik Indonesia. Jumlah 120.000 penonton di Stadion Utama Senayan dalam dua pertandingan Washington Diplomats itu membuktikannya.
Diplomats merupakan klub keempat Cruyff sepanjang kariernya. Dia memulai kariernya bersama tim Akademi Ajax Amsterdam pada 1957.
Menembus tim utama pada 1964, Cruyff lantas mengantarkan Ajax ke periode emas dengan merebut tiga kali beruntun Piala Champions. Dia juga didaulat sebagai pemain terbaik di dunia.
Pada 1973, Cruyff bergabung dengan Barcelona. Setelah lima tahun di Spanyol, dia menjajal kemampuan di Liga Amerika Serikat dengan memperkuat LA Aztecs (1979) dan Diplomats (1980-1981)
Dia kemudian kembali ke Spanyol dan memperkuat Levante. Sempat memperkuat Ajax untuk periode kedua pada 1981-1983, Cruyff lantas mengakhiri karier bersama Feyenoord pada 1984.
Setahun setelah gantung sepatu, Cruyff memulai karier kepelatihan bersama Ajax. Dia lalu bergabung dengan Barcelona pada 1988 dan mengakhiri kariernya sebagai pelatih klub pada 1996.
Kamis (24/3/2016), Cruyff mengembuskan napas terakhirnya. Ayah dari mantan pemain Manchester United dan Barcelona, Jordi Cruyff, itu meninggal setelah berjuang melawan kanker paru-paru yang dideritanya.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | Harian Kompas |
Komentar