Ketika posisi Manajer Louis van Gaal semakin terpojok, nama Jose Mourinho semakin kencang digemakan pendukung Manchester United. Selain Mourinho, Ryan Giggs mencuat sebagai salah satu kandidat favorit jika Van Gaal didepak petinggi klub beralias Setan Merah.
Oleh segelintir pihak, Giggs (42) diyakini punya cukup kemampuan guna memimpin United sepeninggal Van Gaal.
"Kenapa Ryan Giggs tak layak jadi manajer berikutnya? Dia memahami klub ini beserta standar dan ekspektasinya," kata legenda lain di kubu United, Paul Scholes, kepada BT Sport.
Rekan setim Giggs sejak jenjang akademi itu mengklaim sosok manajer kenyang pengalaman bukan lagi jaminan kesuksesan klub.
Scholes menunjuk kiprah Van Gaal dan David Moyes (2013-2014) yang punya jam terbang tinggi, tapi tetap gagal membangkitkan kejayaan United pascaera Sir Alex Ferguson (1986-2013).
Namun, muncul pula berbagai analisis yang menjelaskan kenapa Giggs tidak (atau belum) layak memegang kendali kepelatihan utama di United. Berikut 4 alasan di antaranya.
1. Tak sebanding Josep Guardiola dan Luis Enrique
Mantan kapten United, Bryan Robson, mengatakan Giggs bisa mengikuti jejak kejayaan Josep "Pep" Guardiola di FC Barcelona pada 2008-2012.
Kala itu, Pep langsung membawa Barca merengkuh trigelar bergengsi (Liga Champions, La Liga, Copa del Rey) dalam musim debut menukangi Lionel Messi cs.
Meski sama-sama berusia muda sebagai pelatih, Giggs dan Guardiola (45) tak bisa disebut sebanding dalam pengalaman.
Sebelum naik level ke tim utama, Pep membawa Barcelona B menjuarai kompetisi Divisi IV Liga Spanyol 2007-2008.
Saat masih seusia Giggs, Antonio Conte (kini 46 tahun) juga sukses membawa Siena promosi ke Serie A 2011-2012. Luis Enrique (45) bahkan sudah mengembara ke AS Roma usai melatih Barcelona B.
Bagaimana dengan Giggs?
Kehadirannya di tepi lapangan lebih banyak berperan sebagai asisten bagi Moyes dan Van Gaal.
Giggs menjadi manajer interim pada 4 laga terakhir EPL 2013-2014 setelah Moyes dipecat. Hasilnya, klub mencatat 2 kemenangan, sekali kalah, dan sekali imbang.
2. Giggs berperan terhadap kemunduran tim?
Sebuah kritik pedas dilayangkan penulis sepak bola kondang Inggris, John Nicholson.
Dalam kolomnya, Nicholson menulis Giggs seakan luput dari badai kritik yang menghantam Moyes serta Van Gaal di kursi manajerial United tiga musim terakhir.
"Pendukung Giggs tentu tidak menganggap kemunduran ini karena salahnya," ucap Nicholson.
Sebaliknya, mantan sayap lincah itu justru dituding 'dilindungi' oleh pers Britania Raya yang begitu menyanjung produk lokal sukses seperti Giggs.
"Andai Giggs orang asing, situasi akan berbeda. Bayangkan kalau asisten Van Gaal ialah Andre Villas-Boas," kata Nicholson lagi.
Sang kolumnis mempertanyakan fungsi Giggs di tim. Apakah dia terlibat dalam pemilihan pemain dan taktik yang kerap dinilai kikuk oleh fans?
Ataukah dia ikut menentukan materi latihan tim yang terlalu berat hingga menjadi salah satu pemicu badai cedera? Apakah Giggs juga memberikan kata-kata inspirasi guna memotivasi tim?
Mungkin bukan kebetulan pula jika kemunduran United hampir tiga musim terakhir muncul berbarengan dengan keberadaan sang legenda sebagai asisten manajer di bawah dua bos berbeda!
Benarkah ini andil Giggs?
3. Penunjukan Giggs sebuah degradasi?
Seburuk apa pun kinerja Van Gaal, dia tetap layak dihormati karena rentetan gelarnya di kompetisi terdahulu. Salah satunya trofi Liga Champions 1994-1995 bareng Ajax Amsterdam.
Jika menunjuk Giggs sebagai penggantinya, United disebut seperti menukar seorang juara LC dengan pelatih 'hijau'.
Saat rival-rival pesaing memperkuat diri dengan hadirnya manajer top, Setan Merah dikatakan seolah mengalami degradasi kalau mengangkat Giggs.
Pep Guardiola tiba di Man City dengan modal belasan gelar di lemari trofinya. Liverpool punya Juergen Klopp, sang pemegang dua titel Bundesliga plus predikat finalis Liga Champions 2012-2013.
Andai jadi mendarat di Chelsea, Antonio Conte membawa pengalaman menjuarai Serie A tiga musim beruntun bareng Juventus.
Bahkan klub sekelas Newcastle United memboyong Rafael Benitez, sang pemenang trofi LC 2004-2005.
Bisakah Giggs bertarung dengan sederet pelatih juara tersebut?
4. Tanpa pengalaman di kompetisi negara lain
Sepanjang karier, Giggs mengabdi untuk satu klub: Manchester United. Masa baktinya terbentang sebagai pemain tim senior sejak 1990-2014 sampai kini menjadi asisten Van Gaal.
Hal itu positif karena membuktikan loyalitas yang sangat tinggi. Sisi negatifnya buat manajer ialah minim pengalaman mencicipi atau mengaplikasikan gaya berbeda untuk tim.
Karier Giggs dihabiskan untuk menyerap atmosfer Liga Inggris. Rekam jejak yang lebih bervariasi dari rival seangkatannya bisa jadi bahan pembanding.
Guardiola pernah bermain untuk klub Italia, Qatar, sampai Meksiko.
Zinedine Zidane memperkuat 4 tim di 3 negara berbeda: Prancis, Italia, dan Spanyol. Enrique juga berpengalaman melatih Roma.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Manchester Evening News, Football 365 |
Komentar