Pelatih Bali United, Indra Sjafri, berbicara mengenai tata kelola sepak bola pada seminar sepak bola berbasis manajemen profesional pada Sabtu (5/3/2016) di Yogyakarta.
Seminar yang digelar oleh komunitas sepak bola Supergard (Suporter Garuda) dan Ganesport Foundation menghadirkan empat akademisi manajemen industri olahraga, seorang praktisi keuangan olahraga, dan Indra Sjafri sebagai nara sumber.
Sebagai seorang Pelatih Kepala, Indra Sjafri menjelaskan pengalamannya di industri sepak bola Tanah Air dan bagaimana membuat sebuah tim kuat.
“Jika ingin maju, kita harus libatkan banyak orang yang ahli di bidangnya,” jelas pria yang sering disapa Coach Indra ini.
“Seorang pelatih kepala adalah manajer dan manajer yang baik mau melibatkan banyak orang hebat untuk menunjang sebuah tujuan,” kata Coach Indra kepada para peserta seminar.
“Tim sepak bola bukan sekedar tentang staf pelatih dan pemain. Saat ini sepak bola harus jadi industri,” tuturnya.
Namun, Coach Indra juga membahas bahwa untuk menjadi sebuah industri, perubahan tidak bisa direalisasikan dalam waktu singkat.
“Sepak bola sebagai industri butuh waktu sangat panjang. Kita terlalu sering menonton liga-liga sepak bola Eropa yang gemerlap, sehingga kita ingin buru-buru meniru mereka padahal kita hanya mengetahui ‘kulit-kulit’-nya saja,” terang Manager Coach Bali United itu.
“Saya juga cukup concern dengan sepak bola di level usia dini. Seharusnya jangan terlalu diarahkan pada prestasi seperti yang sudah-sudah. Anak-anak harus bahagia dulu dengan bola, bukan dituntut untuk menang,” lanjut Indra Sjafri.
Tema seminar pada hari itu memang beragam, dimulai dari aspek komunikasi dan tata kelola klub profesional, manajemen keuangan, manajemen merek, nutrisi atlet, manajemen keuangan dan tata kelola sepak bola di level akar rumput (grass root).
Peserta yang juga datang dari kalangan Sekolah Sepak Bola (SSB) menjadi semakin tertarik ketika sesi tata kelola football community (SSB) dilakoni oleh Irman Jayawardhana, seorang lulusan Master Manajemen Olahraga yang pernah bekerja di sebuah klub akar rumput asal Inggris.
Melalui seminar ini, beberapa peserta mengaku mendapat banyak pencerahan, terutama tentang bagaimana tata kelola sepak bola di akar rumput yang ternyata sering salah kaprah di Indonesia.
“Saya baru tahu ternyata anak-anak itu tidak boleh diperlakukan seperti atlet profesional. Seminar ini sangat berguna bagi pengetahuan kami,” kata Wahyu Widodo, perwakilan SSB Perwira Timur Purbalingga.
Irman menerangkan bahwa jika SSB terus menekan anak-anak untuk menang/ juara, maka akan ada proses degradasi mental.
“Di level 13 tahun ke bawah, anak-anak harus diarahkan untuk bersenang-senang dengan bola, bukan berkompetisi layaknya pemain profesional,” kata Irman.
Ia menekankan bahwa sepak bola akan mengalami kemunduran jika memaksakan prestasi. Tekanan psikologis dari banyak pihak, terutama pelatih dan orang tua, akan memakan pemain-pemain berbakat.
“Kembalikan sepak bola kepada akarnya, yaitu kebahagiaan,” ujar Irman menutup sesinya.
Ditemui setelah acara, Ketua Umum Ganesport Foundation, Amal Ganesha menjelaskan mengenai acara seminar tersebut.
“Acara yang cukup sukses dan menarik. Kami dari Ganesport memang peduli dengan kondisi sepak bola Tanah Air dan ingin berbuat sesuatu,” ujar Amal.
Yayasan Ganesport adalah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk pengabdian kepada masyarakat melalui olahraga.
Acara seminar tersebut diakui sebagai bagian dari tujuan yayasan, yaitu semua pemasukkan dari peserta dialokasikan untuk misi sosial.
Informasi lebih lanjut bisa dibaca di www.ganesport.org
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | - |
Komentar