Massimiliano Allegri dan Maurizio Sarri membangun kesuksesannya sebagai pelatih dari nol. Saat keduanya bertemu pada Sabtu (13 Februari 2016), Allegri dan Sarri seperti menjalani reuni 13 tahun silam ketika keduanya pertama kali berjumpa.
Pada 16 November 2003, keduanya menjadi pelatih tim Serie C2. Kini divisi tersebut bernama Lega Pro Seconda Divisione. Sarri menangani Sangiovannese, sementara Allegri ada di balik kendali tim Aglianese.
Hasil laga berakhir tanpa gol. Kedua tim saling membatalkan keunggulan lawan dari sisi taktik. Laga berjalan membosankan yang terlihat dari tidak ada satupun tembakan tepat sasaran.
"Salah satu penonton, yang kebetulan teman saya, berteriak dari tribun, 'apakah kalian pelatih sungguhan? Sepertinya bukan.'," tutur Sarri.
Sejak pertemuan pertama itu, karier kedua pelatih terus melesat. Allegri kini menjadi salah satu pelatih yang paling banyak diincar buat menangani tim besar. Sarri membuat Napoli seperti kembali ke era 1980-an ketika sanggup menjuarai Serie A.
Walau sudah 13 tahun berlalu, gaya melatih Allegri dan Sarri belum banyak berubah.
"Sarri sejak dulu meminta agar timnya selalu menerapkan gaya bermain sendiri, terlepas siapapun lawannya. Mendengar apa yang diucapkan oleh para pemain Napoli di media, sepertinya gaya melatih Sarri tidak berubah," kata pemain andalan Sarri di Sangiavanesse, Francesco Baiano,
"Sarri selalu mempertimbangkan berbagai detail dan mempelajari lawan secara menyuluruh dengan menggunakan rekaman pertandingan. Ia menularkan kultur kerja keras pada tim: tanpa pengorbanan, tim tidak akan melangkah jauh," ucap Baiano lagi.
Di kubu Allegri, ada Matteo Camillini muncul sebagai wakil.
"Allegri selalu ingin memainkan bola, dan melarang bola panjang. Di luar sisi teknik, ia sangat peduli dengan relasi personal dengan pemain. Itulah kekuatan utamanya. Ia menciptakan sebuah kelompok yang kuat," ujar Camillini.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | Tuttonapoli, Mediagol |
Komentar