Pada 28 November silam, kepercayaan diri Milan seolah bangkit usai membungkam Sampdoria 4-1. Namun, kebahagiaan itu bersifat prematur karena pada sepasang partai berikut, Il Diavolo tertahan oleh Carpi (0-0) dan Verona (1-1).
Awal tahun 2016 seperti petaka karena Milan takluk 0-1 dari Bologna di San Siro. I Rossoneri gagal mempertahankan spirit pada akhir 2015, di mana mereka bisa menekuk Frosinone 4-2.
Kebangkitan Milan lagi-lagi bersifat semu karena kemenangan beruntun atas Inter (3-0) dan Palermo (2-0) pada pekan ke-22 serta 23, tak diikuti poin sempurna saat melawan Udinese (1-1).
Jika Milan bukan tim medioker, 12 poin harusnya bisa mereka genggam saat melawan Atalanta, Verona, Bologna, dan Udinese.
Memakai perhitungan itu, I Rossoneri akan mengoleksi 49 poin dan nangkring di posisi tiga klasemen!
Akan tetapi, kenyataan di atas lapangan jauh berbeda dari angan-angan Milan. Duel melawan Atalanta, Verona, Bologna, dan Udinese cuma menghasilkan tiga angka.
Milan pun harus rela berada di posisi enam klasemen dengan koleksi 40 poin dan masih terus disebut medioker.
"30 tahun mendatang kita akan berada dalam kondisi serupa. Sebuah klub tanpa ambisi, tim medioker tanpa pemain juara," demikian bunyi spanduk yang dibentangkan suporter garis keras Milan pada laga derbi kontra Inter 31 Januari silam.
[video]http://video.kompas.com/e/4744541461001_ackom_pballball[/video]
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | La Gazzetta dello Sport |
Komentar