Tahun 2015 milik Massimiliano Allegri. Demikian bunyi judul artikel di situs Tutto Juve pada hari terakhir 2015.
Allegri menuai pujian sepanjang tahun kemarin karena sukses membawa Juventus menjuarai Serie A, Coppa Italia, dan mencapai final Liga Champion 2014-2015.
Padahal, sang pelatih juga sempat dilaporkan berada di ambang pemecatan akibat start buruk timnya di Serie A 2015-2016.
Untung bagi Juve, Allegri mengembalikan klub ke jalur seharusnya sebagai kandidat kuat peraih scudetto berkat raihan sempurna sepanjang November-Desember 2015.
Dalam dua bulan terakhir itu, I Bianconeri (Putih-Hitam) mengakhiri tujuh partai liga dengan kemenangan. Juve kini tinggal terpaut minus tiga angka dari pemimpin klasemen, Inter.
[video]http://video.kompas.com/e/4669081197001_ackom_pballball[/video]
Kans Allegri menebus kegagalan di final LC musim lalu juga tetap terjaga berkat raihan tiket ke fase gugur.
Situasi internal di Juventus tambah adem karena pemain yang sempat dihujani kritik sudah bangkit. Bomber Mario Mandzukic mengukir empat gol dalam empat pekan terakhir.
Paul Pogba kembali menunjukkan atraksi skill paten di lini kedua. Pemuda Prancis itu terlibat dalam penciptaan lima gol Juve di liga lewat torehan dua assist dan tiga kali menjebol gawang musuh.
Bek sayap Alex Sandro juga membuktikan diri sebagai solusi jitu dalam proses transisi taktik Allegri jika dia ingin mendayagunakan sisi kiri timnya.
“Tahun 2015 termasuk periode yang terbaik. Kami berharap mendapatkan lebih banyak kemenangan pada 2016,” ungkap bek Giorgio Chiellini dalam surat akhir tahun kepada penggemar Bianconeri.
Faktor Dybala
Mandzukic dan Alex Sandro bisa dibilang baru cemerlang beberapa pekan ke belakang. Allegri beruntung timnya tidak terjerembap lebih dalam karena tak semua rekrutan baru Juve terlambat panas seperti kedua pemain itu.
Figur anyar paling stabil ialah Paulo Dybala, yang berstatus pemain tertajam Bianconeri musim ini.
Pemuda Argentina berusia 22 tahun itu mencetak 10 gol di berbagai ajang. Sebanyak delapan di antaranya lahir di Serie A.
Media pun semakin rutin mengulas perbandingan kinerja Dybala dengan pendahulunya di lini depan Juve, Carlos Tevez, yang hengkang akhir musim lalu.
Peran keduanya terbilang mirip sebagai inisiator, sekaligus eksekutor serangan.
Siapa yang lebih baik? Jika patokannya kinerja pada 17 pekan perdana di musim debut, Tevez sedikit lebih tajam.
Namun, hal itu bisa dimaklumi mengingat Carlitos tiba di Juve sudah berada di usia emas, yakni 29 tahun. Bandingkan dengan Dybala, yang belum genap 22 tahun saat diikat dari Palermo.
[video]http://video.kompas.com/e/4659906828001_ackom_pballball[/video]
“Jangan bandingkan pemain berusia 20 tahun dengan 30 tahun. Tevez sudah memenangi banyak hal, sedangkan Dybala masih bisa terus lebih kuat. Lihat 10 tahun lagi apa yang akan terjadi,” ucap bek Stephan Lichtsteiner pada Premium Sport.
Secara pribadi, Dybala mengakui komparasi dirinya dengan Tevez adalah tekanan.
“Namun, semua rekan setim membantu saya,” kata sang penyerang belia.
Tugas Dybala dan semua awak Bianconeri meneruskan stabilitas yang mereka tunjukkan belakangan terhampar dalam laga kontra Verona di Juventus Stadium, Rabu (6/1/2016).
Melihat lawan yang masih terkapar tanpa kemenangan di dasar klasemen, Juve sangat dijagokan memperpanjang catatan kemenangan beruntun menjadi delapan partai tanpa putus.
Penulis: Beri Bagja
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | BOLA SABTU No. 009 |
Komentar