Real Madrid telah resmi mengarungi era baru pada akhir pekan kemarin. Kemenangan telak 5-0 atas Deportivo La Coruna, Sabtu (9/1/2016), menandakan debut Zinedine Zidane sebagai pelatih sekaligus memberikan kado perkenalan buat publik Santiago Bernabeu.
Euforia debut Zidane pun segera membahana ke seluruh penjuru Spanyol, Eropa, bahkan dunia.
Maklum, ia adalah sorotan utama media-media olah raga dalam hitungan sepekan terakhir sehingga kiprah pria berkebangsaan Prancis itu sangat dinantikan.
Terdapat satu kesimpulan besar dari debut Zidane.
Keberadaannya mengembalikan figur karismatik seorang ayah yang selalu siap sedia mengayomi serta menyuntikkan semangat bertanding kepada para pemain sepanjang pertandingan.
Figur tersebut sempat menghilang selama tujuh bulan, persis sekali dengan masa jabatan pelatih terdahulu, Rafael Benitez, terhitung 3 Juni 2015 hingga 4 Januari 2016.
Hari demi hari terlewati begitu saja tanpa koneksi di antara Benitez dan pemain Madrid.
Dalam pertandingan, Benitez sering meneriaki pemain sebagai bentuk penyampaian perintah dan perubahan strategi.
Pendekatan seperti itu tidak berjalan semestinya lantaran Cristiano Ronaldo dkk. justru akan merasa kesal dan kecewa kepada pelatih.
Skuat Madrid berisi pemain-pemain kelas dunia yang memiliki pemahaman luas tentang pertandingan.
Pendekatan frontal ala Benitez tentu bukan pilihan ideal karena terkesan menggurui dan melebarkan batas kesenjangan pelatih dengan anak asuhnya.
Hal itulah yang tampak berubah sewaktu Zidane mendapatkan kepercayaan menggantikan Benitez di tepi lapangan.
Dia cenderung menahan diri untuk berteriak dan memilih memanggil salah satu pemain kemudian membisikinya dengan segala instruksi terkait situasi pertandingan.
Selain itu, Zidane kerap mengobarkan semangat bertanding kepada para pemain dalam bentuk tepukan tangan dan kata-kata yang menggugah.
Pendekatan itu barangkali diterapkan karena ia memahami atmosfer pertandingan berkat pengalaman semasa merumput dan mengemban ban kapten tim.
Rasa Ancelotti
Sekilas, pendekatan kepelatihan Zidane seakan menyerupai Carlo Ancelotti. Sebagian besar tindakan pertama pria yang akrab disapa Zizou itu di Madrid menegaskan bahwa ia ingin meniru metode-metode positif peninggalan sang mentor.
Tak mengherankan bila Zidane berhasil mengambil hati Isco Alarcon, yang sempat dikabarkan gerah dan ingin segera berlabuh ke klub lain.
Pelukan hangat dari gelandang berusia 23 tahun itu saat diganti di laga kontra Deportivo menjelaskan segalanya.
Bandingkan dengan era Benitez. Isco lebih memilih berjalan dengan kepala menunduk dan melewati pelatihnya begitu saja menuju bangku cadangan ketika harus meninggalkan lapangan di tengah pertandingan.
Saking kontrasnya pemandangan di tepi lapangan Madrid, salah satu surat kabar olah raga ternama Spanyol, Marca, sampai menyandingkan dua foto Benitez dan Zidane.
Terlihat bahwa kedua pelatih mendapatkan respek yang berbeda dari para pemain.
Dengan adanya perubahan yang dibawa oleh Zidane, segenap personel Madrid kembali bergairah.
Sang ayah sudah kembali ke Bernabeu dan seluruh elemen tentu mengharapkan hal-hal baik terus berdatangan dalam upaya mengejar ketertinggalan dari dua rival terkuat, Barcelona dan Atletico.
Penulis: Indra Citra Sena
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA no. 2.649 |
Komentar