Striker Chelsea, Diego Costa (27), bermain brilian sejak Jose Mourinho meninggalkan Stamford Bridge. Dalam dua laga, Costa menyamai torehan golnya sepanjang musim.
Gol yang Costa cetak ke gawang Crystal Palace pada Minggu (3/1/2016) adalah torehan ketiganya dalam hanya dua laga setelah ia mencetak dua gol ke gawang Watford sebelumnya.
Jumlah itu, yang datang setelah Mourinho dipecat, menyamai catatan gol sang pemain dari 15 laga sebelumnya musim ini.
Ia pun akhirnya mencetak lebih banyak gol ketimbang mendapat kartu kuning musim ini.
Selain jumlah gol, statistik pada laga kontra Watford dan Crystal Palace itu unggul jauh dari angka-angka sang pemain pada dua laga terakhirnya bermain di bawah Mourinho, yakni kontra Bournemouth dan Leicester pada Gameweek ke-15 dan 16.
Ia mencatatkan lebih banyak sentuhan di kotak penalti (108 banding 81), sentuhan di paruh pertahanan lawan (94-65), dribel (11-4), dan duel udara (66,7%-31,3%).
Costa pun tak terlihat bahwa ia siap berkorban demi tim kala mengoper bola ke Oscar di tengah kotak terlarang ketimbang mengambil sendiri tembakan untuk gol pertama Chelsea di Selhurst Park.
[video]http://video.kompas.com/e/4684087819001_ackom_pballball[/video]
Apakah Costa kebetulan meledak setelah Mourinho hijrah? Tampaknya bukan apabila menilik sejarah sang pemain.
Costa tampak menjadi pemain yang paling banyak bertingkah saat skuat Chelsea tengah terkapar di bawah Jose Mourinho.
Ia bahkan tertangkap kamera melempar rompi ke arah Mourinho pada menit kedua injury time lawan Tottenham di White Hart Lane pada akhir November karena tak diturunkan walau Chelsea tak punya striker fit.
Juan Valera, eks gelandang Atletico, pernah mengatakan ini tentang sang pemain, "otak Costa sering berceceran kemana-mana, tapi memang begitulah caranya. Pikirannya memang gampang teralih ," ujar Valera kepada SPORT.
Perilaku Costa memang terhitung sedikit tak tertebak. Ingat, ini pemain yang besar di jalanan dengan filosofi "Anda gigit, saya gigit balik."
Hal tersebut diungkapkan sendiri oleh Costa, di biografinya, The Art of War.
"Saya besar dengan pengetahuan bahwa tidak apa-apa sedikit mengasari pemain. Kemudian, saya menyadari bahwa Anda akan terlibat masalah jika menendang pemain lain. Tak ada yang pernah mengingatkan saya tentang ini sebelumnya," tuturnya di buku itu
Sebelum datang ke Chelsea, karier Costa di Atletico naik-turun.
Rojiblancos berulang kali mengirimnya ke klub lain untuk dipinjamkan, baik itu karena keterbatasan slot pemain Non-EU setelah ada Diego Forlan dan Sergio Aguero atau alasan lain.
Ia dilepas sementara selama tiga musim beruntun sejak datang dari Sporting Braga pada 2007. Costa bahkan sempat dijual ke Real Valladorlid pada 2009-2010 sebelum klub membelinya lagi.
Hanya, ia tak memanfaatkan kesempatan kedua itu dengan datang ke pramusim telat dan kelebihan berat badan.
Karena kesal, para petinggi Atleti hampir melepasnya seharga 6 juta pounds sebelum diblok oleh Quique Sanchez Flores, manajernya ketika itu.
Kembali ke Permainan Terbaik?
Sederhana mengatakan bahwa Costa kini kembali ke permainan terbaiknya. Hanya, perlu diingat kalau Costa belum pernah tampil stabil melebihi dua tahun kompetisi.
Chelsea mencomotnya setelah sang pemain impresif kala membawa Atletico ke final Liga Champions 2013-2014.
Musim itu Costa mencetak 27 gol di La Liga, tapi musim sebelumnya ia hanya mencetak kurang dari setengah jumlah tersebut.
Setidaknya, fans The Blues kini bisa melihat lagi kenapa klub rela membayar 32,5 juta pounds demi jasanya.
Agresi positif dan ketajaman yang Costa pertunjukkan di Selhurst Park bisa menjadi cara bagi klub kembali ke empat besar klasemen. Asalkan, sang pemain bisa menemukan konsistensi yang belum bisa ia tampilkan selama berkarier di Eropa.
Namun, Hiddink juga memperingkatkan bahwa sang pemain tidak bisa melakukan semuanya sendiri.
"Diego fokus ke tugasnya dan itu adalah tanggung jawab besar," ujar Hiddink kepada The Irish Examiner.
"Ia punya emosi tinggi dan ingin tampil bagus serta mencetak gol, tapi pemain lain juga harus memainkan peran. Chelsea bukan hanya Costa."
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Opta, Diego Costa: The Art of War |
Komentar