Kontradiksi selalu menyertai rekam jejak Lionel Messi dalam dua habitat berbeda, yakni klub dan tim nasional. Pemain berjulukan La Pulga alias Si Kutu ini dielu-elukan bak dewa di Barcelona, tapi dicaci-maki seperti pecundang di Argentina.
Keberhasilan Messi mempersembahkan trofi Piala Dunia Klub 2015 kian mengukuhkan namanya sebagai salah satu legenda terbesar Barcelona. Dia merupakan pengoleksi trofi bersama Andres Iniesta (26), melampaui rekor terdahulu milik Xavi Hernandez (25).
Sayang, prestasi mengilap Messi bersama Barcelona tidak menular ketika ia membela timnas Argentina di turnamen besar seperti Piala Dunia dan Copa America. Dia sama sekali belum pernah mempersembahkan trofi.
Messi paling banter hanya mengantarkan Argentina menembus final Piala Dunia 2014 serta final Copa America 2007 dan 2015. Medali emas Olimpiade 2008 tak masuk hitungan mengingat kompetisi itu setara level junior (U-23), bukan senior.
Hal inilah yang mengakibatkan pamor Messi di kampung halamannya berbanding terbalik dengan di Barcelona. Dia bahkan kerap mendapatkan perlakukan buruk dari para suporter fanatik Tim Tango.
Suporter River Plate tak lupa melontarkan kata-kata kasar yang menyudutkan Messi. Mereka kesal karena La Pulga begitu perkasa bersama Barcelona, tapi melempem setiap kali memperkuat timnas Argentina selama ini.
Bila mengulik lebih dalam, perlakuan berbeda memang kerap diterima Messi ketika ia mengenakan seragam Albiceleste alias Si Putih-Biru Muda. Pengabdian sang pemain tidak mendapatkan apresiasi yang semestinya.
Sebutan kambing hitam kegagalan selalu identik dengan Messi setiap kali Argentina mengalami kegagalan. Padahal, terkadang penyebabnya bukan karena ia saja yang bermain jelek, melainkan keseluruhan tim.
Suporter Argentina secara umum barangkali melupakan satu fakta bahwa kesuksesan Messi di Barcelona adalah berkat dukungan penuh dari rekan setim. Dia tentu tak bisa sendirian membawa kemenangan seperti yang dikehendaki oleh mereka di level timnas.
Editor | : | |
Sumber | : | Sport |
Komentar