Gelandang Paris Saint-Germain, Marco Verratti, mengaku belum melupakan identitas sepak bola Italia. Namun, karena terbiasa dengan kultur Italia, Verratti kerap diganjar kartu kuning oleh wasit.
Jelang pertandingan uji coba antara Italia dan Belgia, Kamis (13/11/2015), Verratti menjelaskan ada perbedaan antara gaya di Italia dan Prancis. Menurut Verratti, Italia mengedepankan taktik dan kedisiplinan, sedangkan Prancis menonjolkan kebebasan.
Kali terakhir Verratti bermain dengan klub Italia, yakni bersama Pescara pada musim 2011-12. Akan tetapi, dia mengaku masih mampu bila dituntut memeragakan gaya Italia.
"Saya masih merasa sangat Italia dalam gaya permainan. Saya masih suka melakukan intercept dan melakukan serangan balik," kata Verratti.
"Dalam sepak bola modern, beberapa tim tak memikirkan bertahan. Namun, sebagai orang Italia, saya tak melupakannya. Saya juga ingat untuk menyerang karena seperti yang diketahui kompatriot, bertahan saja tak cukup," tuturnya.
Akan tetapi, Verratti menilai gaya Italia justru menjadi titik lemahnya. Sebab, di Italia, konfrontasi dengan wasit bukanlah barang langka.
"Saat wasit mengambil keputusan yang dianggap salah, saya sulit untuk berdiam diri. Saya terlalu melibatkan diri saya dalam perdebatan," katanya.
Alhasil, Verratti sudah mengantongi 47 kartu kuning dan dua kartu merah dalam 144 penampilannya bersama Paris Saint-Germain.
Editor | : | |
Sumber | : | Football Italia |
Komentar