“Jadi, sepanjang perjalanan ke Jember, ayah hanya bisa menangis. Di Ardath, saya bertekad harus masuk pelatnas,” tandasnya.
Dipanggil BoimTarget pun tercapai. Saat usianya menginjak 15, Finarsih sudah dipanggil pelatnas. Proses yang relatif singkat. Hanya dalam waktu lima tahun sejak masuk pusdiklat, dia masuk pelatnas pratama. Finarsih pun beruntung mendapat sparring partner sekaligus diplonco para senior seperti Verawati Fajrin, Ivana Lie dan masih banyak lagi.
“Saat melihat para senior, saya dan yang lain hanya bisa terkagum-kagum. Siapa pun pasti menaruh respek pada mereka. Bagaimana tidak, semua adalah juara dunia,” tutur Finarsih, yang mendapat panggilan baru di pelatnas, Boim.
Gara-garanya, dia suka menggendong dan bermain-main dengan anjing di pelatnas Asia Afrika bernama Boing. “Kak Vera kemudian nyeletuk, ‘Ini Fina sukanya main ama Boing, ya udah dipanggil Boim saja’. Sejak itu, semua memanggil Boim. Lagi pula Kak Vera pun membawa nama itu saat latihan. Akhirnya semua pemain senior memanggil Boim. Yang junior saya ikut memanggil Mbak Boim,” ujarnya.
Selama delapan tahun di pelatnas, Finarsih menyabet berbagai gelar di ganda putri. Saat pasangannya, Lily, mengundurkan diri, dia masih sempat berpasangan dengan Susi Susanti. Terakhir, Finarsih bermain ganda campuran bersama Sandiarto dan sempat menjadi juara.
Menariknya, Finarsih memutuskan mundur menyusul Lily Tampi saat usianya masih 26.
“Saya sudah sulit juara lagi. Usia 26 bagi pemain putra memang masa keemasan, tapi bagi pemain putri itu sudah lewat masanya,” kata Finarsih.
Meninggalkan pelatnas, Finarsih kembali ke Yogyakarta. Dirinya membuka bisnis toko olah raga bersama suaminya dan mendirikan klub bulu tangkis. Dia pun lebih banyak aktif di Pengprov PBSI DIY dan KONI daerah.
Bisnis Adalah Kepercayaan
Pensiun sebagai pemain tak membuat Finarsih menjauh dari bulu tangkis. Dia memang sempat mendapat tawaran untuk melatih di pelatnas. Namun, tawaran itu ditolaknya.
Editor | : | |
Sumber | : | 28-29 Juli 2012, BOLA Edisi 2383/Sabtu-Minggu |
Komentar