Menggelar pertandingan dalam turnamen atau kompetisi sepak bola di Indonesia bukan pekerjaan gampang. Apalagi bagi event organizer seperti Mahaka Sports yang belum terlalu akrab dengan seluk-belum “permainan” di sepak bola nasional.
Namun, Mahaka Sports melalui CEO Hasani Abdulgani, dianggap mampu lolos dari ujian tersebut setelah selesai menggelar final Piala Presiden pada Minggu (18/10).
Sejumlah kiat Hasani paparkan dalam usaha menggelar pertandingan yang melibatkan klub-klub besar, dengan tengsi tinggi dan penonton atau pendukung yang fanatis.
“Fokus kami pada awalnya hanya menjaga agar tidak ada keributan antarpemain yang ditimbulkan karena kepemimpinan wasit. Kami mencegah ada wasit yang dipukul. Setelah kami mampu menjaga dengan baik, maka pertandingan bisa berjalan mulus dan jalan terus. Kami lihat di babak penyisihan, delapan besar, hingga semifinal sukses,” kata Hasani tentang kiat menjaga atmosfer turnamen Piala Presiden 2015 tetap positif.
Selama turnamen, pihak Mahaka mengkau ada kendala dan rintangan yang harus dihadapi, seperti di babak delapan besar.
“Kendala utama tentu keputusan Persebaya untuk mundur di babak delapan besar. Hal tersebut muncul karena ada ketidakpercayaan mereka kepada wasit yang memimpin pertandingan. Kalau kami bisa menjaga wasit dengan integritas yang tinggi, saya yakin turnamen ini bisa sukses,” kata Hasani.
Namun, menjaga integritas wasit untuk memimpin pertandingan dengan baik dan fairplay bukan pekerjaan ringan. Hasani mengaku mempunyai kiat jitu untuk hal itu.
“Persoalannya kini terletak pada siapa yang menunjuk wasit, karena mereka bisa memengaruhi wasit. Jadi, kami secara hati-hati menunjuk wasit agar bisa memimpin dengan baik,” tutur Hasani.
Editor | : | Ary Julianto |
Sumber | : | BOLA |
Komentar