Suriah boleh kalah 1-4 lawan Paraguay di laga Piala Dunia U-17, Senin (19/10/2015), tapi wakil Asia ini tampil penuh energi dan menggelora sepanjang 90 menit. Penampilan pasukan Mohammed Al-Attar ini pun kembali jadi bukti perkembangan sepak bola usia dini negara yang berbatasan dengan Lebanon dan Laut Mediterrania tersebut.
Pada akhirnya, Paraguay memang punya kelas lebih tinggi ketimbang negara Asia Barat ini. Mereka tertinggal 0-2 pada tengah babak dan, walau sempat memperkecil keadaan pada sejam laga, Paraguay unggul lagi beberapa menit kemudian serta melengkapi kemenangan pada injury time.
Suriah memang bekerja keras dan penuh determinasi kontra Paraguay, tapi La Albiroja masih lebih kuat secara kemampuan teknis dan lebih tajam dalam menyerang. Setidaknya, selebrasi gol Suriah yang dicetak oleh Anas Alaji tadi bisa menjadi gambar penuh harapan untuk negara mereka yang tengah dirudung perang.
"Selamat kepada Paraguay, kami mencoba mencetak gol cepat tapi kebobolan dua kali," tutur pelatih kepala Mohammed Al-Attar kepada FIFA.com. "Gol ketiga Paraguay menentukan."
Selain negara Amerika Latin ini, Suriah satu grup dengan jawara 2001, Prancis, dan tim yang telah tampil tujuh kali di Piala Dunia U-17, Selandia Baru.
Kendati kalah, partisipasi Suriah di turnamen ini membuktikan bahwa sepak bola mereka memang relatif maju. Pada Piala Asia 2011, tepat sebelum perang berkecamuk, tim senior Suriah hampir mengalahkan Jepang di fase grup. Sementara, tim junior mereka mencapai empat besar Piala Asia U-16 untuk memastikan tempat di turnamen ini.
Pada kompetisi itu, Suriah mengalahkan negara-negara kelas berat Asia, Arab Saudi, Iran, dan Qatar. Sayang, mereka tunduk 1-7 di tangan Korea Selatan pada babak semifinal.
Fasilitas dan infrastruktur di Suriah memang hancur lebur sejak konflik bermulai pada 2011. Aliran pengungsi negara Timur Tengah itu pun hingga kini membanjiri Eropa, menciptakan krisis kemanusiaan baru.
Wajar apabila persiapan ke Piala Dunia ini jauh dari ideal. "Kami tak bisa memainkan satu pun laga persahabatan internasional. Alhasil, lawan kami hanya dua tim lokal saat mengadakan kamp pelatihan di Kuwait," ujar Al-Attar, seperti dikutip Al Arabiya.
Setidaknya, perang ini telah mengambil salah satu bakat terbaik Suriah. Mohammed Jaddou merupakan kapten timnas U-17 Suriah sebelum turnamen ini, sang gelandang bahkan mencetak gol-gol penentu kelolosan negaranya, tapi ia memilih mengungsi dari ranah kelahiran dan pergi ke Eropa via Turki.
"Saya dapat ancaman dari kedua belah pihak," ujar Jaddou kepada Bleacher Report. "Oposisi akan membunuh saya bila saya tertangkap sementara pihak pemerintah kerap mengancam untuk mengakhiri karier saya apabila tidak muncul di kamp latihan. Saya pikir hidup saya paling berbahaya di Suriah, ketika kami bepergian dari kamp latihan ke ibu kota Damascus."
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar