Turnamen GMC Astec Terbuka XI tidak saja menjadi ajang perburuan gelar bagi pemain asal klub-klub mapan. Kejuaraan berhadiah 258 juta rupiah ini sekaligus menjadi panggung bagi klub-klub semenjana untuk bangkit dan menunjukkan eksistensi mereka.
Pada banyak turnamen di Tanah Air, dominasi klub-klub kuat seperti Djarum Kudus, Exist Jakarta Utara, Mutiara Cardinal Bandung, Jaya Raya Jakarta, atau Tangkas Jakarta, begitu kental.
Kini dalam kejuaraan yang berlangsung di GOR Asia-Afrika, Senayan, Jakarta, 6-12 September, para pemain asal klub-klub kecil pun ingin unjuk kekuatan. Kalau toh belum mampu menjadi juara, paling tidak mereka sudah memberikan perlawanan sengit dahulu.
“Kami datang dengan 16 pemain. Targetnya sih tidak muluk-muluk, kalau bisa memberikan perlawanan setimpal dulu dengan klub-klub mapan lain,” tutur Joko Suprianto, juara dunia 1993 yang sejak Februari 2015 menangani klub Victory So Nice di Ciomas Bogor.
Setali tiga uang dengan klub AXL Badminton Club. Lewat sang pelatih, Vera Oktavia, dirinya hanya berharap saban main para pemain bisa menampilkan permainan terbaik.
“Tunjukkan permainan terbaik. Selain itu jangan gampang kalah saja saat melawan klub-klub besar,” ujar mantan penghuni Pelatnas Cipayung ini.
Bagi pemrakarsa kejuaraan, Alan Budikusuma, dirinya memang berharap dari ajang yang digelar setiap tahun ini para pemain bisa saling mengasah kemampuan dan meningkatkan pertasi.
“Para pemain asal klub-klub yang baru muncul, semoga saja bisa menimba pengalaman sebanyak mungkin dari pemain yang diunggulkan yang biasanya berasal dari klub mapan. Ini kesempatan terbaik bagi pemain asal klub kecil untuk mengukur kemampuan diri dengan pemain asal klub-klub besar yang sudah mapan,” kata Alan.
Penulis: Broto Happy W.
Editor | : | |
Sumber | : | Harian BOLA 8 September 2015 |
Komentar