Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Kiper, Isu Madrid Tiga Tahun Terakhir

By Sabtu, 5 September 2015 | 11:15 WIB
Keylor Navas, harus tampil maksimal meski menyadari dirinya bukan pilihan utama.
David Ramos/Getty Images
Keylor Navas, harus tampil maksimal meski menyadari dirinya bukan pilihan utama.

Tiga musim lalu Real Madrid sedang menikmati status sebagai penguasa La Liga berkat titel ke-32 di panggung Primera Division yang mereka raih. Los Merengues juga tengah menemukan kembali bentuk terbaiknya di level Eropa dengan menembus semifinal untuk kedua kali secara beruntun.

Dalam aspek perekrutan pemain, Madrid juga masih merasakan besarnya pengaruh negosiasi Florentino Perez. Kedatangan Luka Modric pada musim panas 2012 menjadi  salah satu parameternya. Di tengah besarnya atensi terhadap gelandang Kroasia itu, Perez berhasil mengajaknya bergabung dari Tottenham Hotspur.

Masih pada musim tersebut, tapi di bursa transfer Januari, Madrid juga melakoni salah satu perekrutan penting. Bukan dalam rekor harga beli, yang biasanya identik dengan mereka, atau dalam wujud pemain depan atau tengah, yang lazimnya mereka buru, tapi justru krusial dalam mengubah sejarah klub.

Di luar kebiasaan, Madrid membeli seorang kiper dalam wujud Diego Lopez. Namanya memang tak asing. Selain karena besar di akademi Real Madrid, Lopez juga cukup lama mengawal gawang klub-klub kuat La Liga seperti Villarreal dan Sevilla. Perez menyetujui permintaan Jose Mourinho, pelatih Madrid kala itu, untuk mendanai perpindahan Lopez.

Alasan Mou merekrut Lopez ialah untuk melapis Iker Casillas, yang sempat mengalami cedera. Namun, pada kenyataannya Lopez justru terus dimainkan sebagai kiper utama Madrid.

Bahkan pada musim berikutnya, saat kursi pelatih berganti ke tangan Carlo Ancelotti, Casillas tetap kehilangan tempat di tim utama. Tanpa disadari, keputusan yang diawali perselisihan antara Casillas dan Mou itu juga menjadi awal dari ketidakberesan Madrid menyikapi isu di bawah mistar.

Memang, Perez sempat mencoba menengahi situasi dengan melego Lopez ke AC Milan sehingga Casillas bisa mendapatkan kembali pos kiper utama.

Akan tetapi, Madridistas kadung bersikap apatis terhadap Casillas, yang entah karena terganggu secara psikologis atau tidak, mulai sering melakoni blunder. Siulan demi siulan sepanjang musim 2014/15 pada akhirnya memaksa Santo Iker berjalan menuju pintu keluar Santiago Bernabeu.

Skenario Berantakan

Tak sedikit yang membaca kepindahan Casillas, setelah mengabdi di tim utama selama 17 tahun, sebagai bagian dari skenario besar Perez mencoba merekrut David De Gea dari Manchester United. Namun, transaksi De Gea terlambat dua menit dari tenggat penutupan bursa transfer.

Madrid dipastikan tak mendapatkan kiper baru yang kualitasnya setara Casillas. Keylor Navas, yang secara resmi menjabat kiper utama, maupun Kiko Casilla, kiper yang didatangkan dari Espanyol, secara kualitas maupun pengalaman masih jauh di bawah Casillas maupun De Gea.

Artinya, dalam mengarungi musim 2015/16, setidaknya hingga bursa transfer kembali dibuka pada Januari mendatang, Madrid harus menerima kenyataan gawang mereka dikawal dua kiper yang tak berada dalam skenario awal. Situasi bisa semakin parah karena Navas sendiri juga dilibatkan dalam proses transaksi De Gea.

Tentu sulit bagi seorang pemain yang mengetahui dirinya bukan pilihan utama, membela tim dengan sepenuh hati.

Sapto Haryo Rajasa

Suara Komunitas

Benzema Memicu Efektivitas

Ada perbedaan besar antara hasil yang diperoleh Real Madrid di laga pembuka dan hasil pada pekan kedua. Pada pekan perdana melawan Sporting Gijon tampak jelas bahwa para pemain masih berupaya beradaptasi dengan skema yang diinginkan Rafa Benitez.

Jese mengisi posisi Karim Benzema yang terlilit cedera. Namun, penyerang muda itu terlihat belum bisa tampil maksimal sebagai seorang striker murni. Nyaris tak ada peluang emas yang diciptakan Jese.

Perubahan besar datang saat Benzema kembali hadir di lini terdepan Madrid pada kunjungan Real Betis ke Santiago Bernabeu. Disokong bergesernya Gareth Bale sebagai attacking midfielder, atau pemain nomor 10 seperti yang diinginkan Rafa, terbukti efektivitas tercipta di semua lini.

Terutama barisan penggedor yang berhasil memunculkan peluang demi peluang dan mengoptimalkannya menjadi kemenangan lima gol tanpa balas. Dua partai awal seharusnya sudah bisa dibaca oleh Rafa untuk menemukan komposisi utama tim. Pergantian atau rotasi hanya diperlukan untuk menjaga kebugaran para pemain inti.

Radit Triatmojo - Ketua Madridista Yogyakarta


Editor :
Sumber : Tabloid BOLA 2.630


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X