an dan awal 1990-an. Sebagai pemain, ia tak kalah penting dari bintang-bintang tim Tiga Singa pada masa itu, seperti Bryan Robson atau Gary Lineker.
Di level klub, Waddle pernah membela banyak tim. Sebagian besar kiprahnya dihabiskan di empat klub: Newcastle United, Tottenham Hotspur, Olympique Marseille, dan Sheffield Wednesday.
Pria yang kini berusia 54 tahun itu bahkan bisa dibilang sebagai ikon Wednesday pada 1992-1996.
Ketika Wednesday melaju ke final Piala FA 1992/93 melawan Arsenal, ia selalu mencetak gol di dua pertandingan. Laga final itu harus diulang karena yang pertama berakhir imbang.
Meski Wednesday kalah, Waddle tetap terpilih sebagai pemain terbaik 1993 versi para penulis sepak bola.
“Kami memiliki hubungan yang baik di ruang ganti dan itulah yang sangat penting. Pelatih Trevor Francis tak perlu bersikap berlebihan karena kami saling memberi tahu bila ada perbuatan yang salah. Kami saling berjuang untuk satu sama lain dan sangat kompak,” ujar Waddle dalam sebuah wawancara yang dimuat beatsandrhymesfc.com Februari lalu.
Sebelumnya, ia pernah tercatat sebagai pesepak bola termahal ketiga di dunia, saat memutuskan bergabung dengan Marseille dari Tottenham pada 1989. Harganya 4,5 juta pound.
Waddle juga pernah mencoba karier sebagai pelatih, tetapi tidak sukses. Hanya satu musim ia menangani Burnley pada 1997/98.
Setelah itu, ia menapaki media elektronik seperti BBC dan ESPN sebagai komentator. Ia juga menjadi penulis kolom di harian The Sun.
Waddle hampir berusia 40 tahun ketika memutuskan pensiun sebagai pemain profesional. Setelah itu, ia hanya bermain di klub-klub amatir.
Editor | : | |
Sumber | : | Harian BOLA, 18 Agustus 2015 |
Komentar