Ahmad Bustomi merupakan salah satu pemain yang menolak mengikuti turnamen antarkampung. Saat tak ada kompetisi, ia tetap menjaga kondisi dan menikmati ibadah di bulan puasa.
Di sela-sela kesibukan menjaga kondisi dan menerima berbagai undangan, Bustomi sedang gemar-gemarnya bermain layangan. Seperti apa cerita Bustomi di bulan Ramadan? Berikut wawancara Suci Rahayu dari Harian BOLA dengan gelandang pengatur serangan Arema tersebut.
Apa kabar, Ahmad Bustomi?
Alhamdulillah baik.
Selama tidak ada kompetisi sibuk apa sekarang?
Rutinitas seperti biasa, saya menjaga kondisi dengan berolah raga, misalnya futsal dan lari. Saat ini saya sedang menikmati momen lebih dekat dengan keluarga. Apalagi ini adalah bulan Ramadan, misalnya ada kompetisi mungkin waktu bersama dengan keluarga akan berkurang karena saya harus membagi waktu dengan pekerjaan, lebih-lebih kalau ada pertandingan tandang.
Apa ini bisa disebut sebagai hikmah Ramadan?
Bisa jadi begitu. Ya, itu tadi saya bisa lebih dekat dengan keluarga, bercanda dengan anak dan ada banyak waktu untuk bermain layangan. Kadang hal-hal seperti itu yang tidak bisa terbayar dengan materi.
Apakah Anda tidak gelisah dengan masa depan sebagai pesepak bola, khususnya saat para elite masih berkonflik?
Saya tidak mau terpengaruh meskipun semua pemain merasakan imbasnya. Bagi saya saat ini jalankan saja apa yang ada. Ambil hikmahnya dan saya rasa ini adalah momen langka.
Kalau ada kompetisi, biasanya waktu dekat dengan keluarga itu baru menjelang Lebaran. Liburan juga tidak bisa dinikmati lama karena biasanya kompetisi jalan lagi setelah Lebaran.
Apa menu favorit saat berbuka puasa?
Kalau berbuka tidak ada menu khusus, tapi kalau makanan favorit saya sate, bisa habis banyak kalau makan sate. Di bulan puasa, saya lebih banyak mengonsumsi sayur dan buah, lalu minum air putih yang banyak. Apalagi cuaca sedang panas.
Apa makna Ramadan bagi Anda?
Saya sebagai umat Islam menjalankan kewajiban. Selain itu, menurut Islam bulan Ramadan adalah bulan baik daripada bulan-bulan lainnya, maka menurut saya di bulan ini adalah momen untuk melipatgandakan kebaikan. Ada banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik di bulan suci ini.
Meski mendapat hikmah dari mandeknya kompetisi, Anda tentu punya harapan untuk sepak bola Indonesia?
Menurut saya, selalu ada hikmah di balik ‘bencana’, tapi saya berharap agar situasi sepak bola Indonesia bisa kembali normal.
Anda menolak bermain tarkam. Mengapa?
Benar, kalau ikut tarkam pemasukan tidak sebanding dengan risikonya. Selain itu, saya sudah berkomitmen kepada istri. Istri mengatakan, kalau saya ikut tarkam dia akan bekerja kembali. Ya, semua pilihan tentu ada risiko baik plus maupun minus. Soal pilihan, saya tidak mau memaksakan dan saya percaya Allah tetap memberikan rezeki.
Editor | : | Bolanews |
Sumber | : | Harian BOLA (Suci Rahayu) |
Komentar